MENGIDENTIFIKASI DEMOGRAFIS WILAYAH KERJA PETERNAKAN
DAN PERTANIAN DI WILAYAH ALEBO
OLEH
:
NAMA :
Vina Eka Prasetia N.A.A
STAMBUK :
L1A1 14 059
KELAS :
B
KELOMPOK
: I (Satu)
ASISTEN :
Asnawi
JURUSAN
PETERNAKAN
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
HALU OLEO
KENDARI
2016
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan sapi potong di
Indonesia, dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan laju pertambahan
penduduk dan semakin membaiknya tingkat kesejahteraan masyarakat mengakibatkan
permintaan konsumen terhadap komoditas hasil ternak khususnya daging dari tahun
ke tahun cendrung meningkat pula, Sementara ketersediaan sapi lokal siap potong
belum mencukupi kebutuhan pasar. Oleh karena itu pemerintah harus menutupi
kekurangan tersebut dengan mengimpor sapi dari luar. Tentu peluang usaha yang
besar ini sangat disayangkan jika tidak dimanfaatkan oleh para peternak. Salah
satu usaha peningkatan pengadaan daging sapi dalam jumlah maupun kualitasnya
adalah dengan usaha sapi kereman. Sapi kereman (Dry Lot Fattening) adalah sapi
jantan yang dipelihara dalam kandang tertentu, tidak dipekerjakan tetapi hanya
diberi makan dengan nilai nutrisi yang optimal untuk menaikkan berat badan dan
kesehatan sapi yang maksimal.
Ternak potong merupakan ternak yang dipelihara khusus untuk
dimanfaatkan atau diambil dagingnya. Ternak yang umumnya digunakan sebagai
ternak potong adalah ternak yang mempunyai hasil daging yang lebih tinggi
disbanding hasil ternak lainya misalnya sapi. Industri ternak potong umumnya
mempunyai dua jenis usaha yang dijalankan yakni usaha breeding dan fattening.
Breeding merupakan usaha untuk menghasilkan anakan yang nantinya akan
dijual sebagai bakalan (bibit ternak). Bibit ternak merupakan salah satu sarana
produksi yang memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam upaya
meningkatkan jumlah dan mutu produksi ternak, dan sebagai salah satu faktor
dalam penyediaan pangan asal ternak yang berdaya saing tinggi. Untuk dapat
menghasilkan bibit ternak yang unggul dan bermutu tinggi diperlukan proses
manajemen pemeliharaan, pemuliabiakan (breeding), pakan dan kesehatan
hewan ternak yang terarah dan berkesinambungan.
Manajemen pemeliharaan komoditas ternak sapi pedaging meliputi
pengelolaan perkandangan, pembibitan, pengelolaan pakan, perawatan dan
pengamanan biologis, serta pemanfaatan limbah ternak dengan memperhatikan
sumber daya yang ada. Manfaat beternak sapiantara lain untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi daging, untuk meningkatkan pendapatan peternak, dan meningkatkan populasi
ternak tersebut, karena di Indonesia permintaan daging dalam negeri saat ini
masih belum diimbangi oleh suplai yang memadai. Suplai daging yang masih rendah
dapat disebabkan karena kurangnya program pembibitan untuk mendapatkan ternak
dengan mutu baik yang dapat menghasilkan daging dengan kualitas yang baik pula.
Pemenuhan daging dalam negeri dapat berasal dari ternak sapi yang sangat
potensial dikembangkan sebagai ternak potong.
Dalam usaha peternakan sapi dapat dikatakan
berhasil apabila telah memberikan kontribusi pendapatan dan dapat memenuhi
kebutuhan hidup peternak sehari-hari. Agar usaha ternak sapi menghasilkan sapi
berkualitas, peternak harus meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka
dalam beternak sapi potong, antara lain memilih bibit/bakalan yang baik, sistem
pemeliharaan, pemberian pakan yang baik, cara bereproduksi dan pengawasan
terhadap kesehatan ternak. Hal inilah yang melatarbelakangi diadakannya
Praktikum Penggemukan (feedlot).
Berdasarkan
hal tersebut di atas, maka dilakukanlah praktikum ini untuk dapat mengetahui
informasi mengenai potensi pertanian dan peternakan serta aspek sosial
masyarakat desa Alebo, kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan.
1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang
hendak dicapai dari penyelenggaraan kegiatan survey ini adalah untuk memperoleh
data dan informasi mengenai potensi pertanian dan peternakan serta aspek sosial
masyarakat desa Alebo, kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan
Manfaat yang
diperoleh dari praktikum ini ialah sebagai salah satu sumber informasi mengenai potensi yang
dimiliki Desa Alebo dalam sektor peternakan dan pertanian serta aspek sosial
budaya yang berkembang di daerah tersebut.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Pada dasarnya terdapat tiga komponen
penting dalam sebuah peternakan yaitu pemuliaan, Pakan, dan Manajemen.Agar
produktivitas ternak potong dapat optimal maka seluruh aspek ini harus
diperhatikan. Termasuk dalam manajemen
ialah sistem pemeliharaan, penggembalaan, pemberian pakan, serta
manajemen lingkungan dan kesehatan. Dari segi
manajemen kesehatan dan lingkungan diperlukan kebersihan atau sanitasi
perkandangan. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya praktikum pemeliharaan
dan pengembalaan ternak sapi potong (Sarwono dan Arianto, 2006).
Ternak sapi potong di Indonesia
memiliki arti yang sangat strategis, terutama dikaitkan dengan fungsinya
sebagai penghasil daging, tenaga kerja, penghasil pupuk kandang, tabungan, atau
sumber rekreasi. Arti yang lebih utamanya adalah sebagai komoditas sumber
pangan hewani yang bertujuan untuk mensejahterakan manusia, memenuhi kebutuhan
selera konsumen dalam rangka meningkatkan kualitas hidup, dan mencerdaskan
masyarakat (Santosa dan Yogaswara, 2006).
Sapi merupakan penghasil daging
utama di Indonesia, walaupun bakalan sapi masih terpenuhi dari impor.Konsumsi
daging sapi mencapai 19 persen dari jumlah konsumsi daging Nasional.Konsumsi
daging sapi cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Konsumsi daging pada tahun
2006 mencapai 4,1 kg/ kapita/tahun meningkat menjadi 5,1 kg/kapita/tahun pada
tahun 2007. Namun peningkatan konsumsi daging ini tidak diimbangi dengan
peningkatan populasi ternak (ketidakseimbangan antara supply dan demand),
sehingga diseimbangkan dengan impor daging sapi setiap tahun yang terus
meningkat sekitar 360 ribu ton pada tahun 2004 menjadi 650 ribu ton pada tahun
2008 (Luthan, 2009).
Sapi potong merupakan komoditas
subsektor peternakan yang sangat potensial. Hal ini bisa dilihat dari tingginya
permintaan akan daging sapi. Namun, sejauh ini Indonesia belum mampu menyuplai
semua kebutuhan daging tersebut. Akibatnya, pemerintah terpaksa membuka
jalur impor untuk sapi hidup maupun daging sapi dari negara lain, misalnya
Australia dan Selandia Baru. Usaha peternakan sapi potong pada saat ini masih
tetap menguntungkan. Pasalnya, permintaan pasar akan daging sapi masih terus
memperlihatkan adanya peningkatan. Selain dipasar domestik, permintaan daging
di pasar luar negeri juga cukup tinggi (Rianto dan Purbowati, 2009).
Pemeliharaan sapi potong maupun
ternak kerja di Indonesia dilakukan
secara intensif dan semi intensif. Pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara
secara intensif hampir sepanjang hari berada dalam kandang dan diberikan pakan
sebanyak dan sebaik mungkin sehingga cepet gemuk, sedangkan semi intensif
sapi-sapi kadangkala dilepas dari padang pengembalaan. Kualitas produksi ternak
sapi potong sangat berhubungan erat dengan kualitas sumber pakan lokal yang
tersedia, sehingga pemanfaatan sumber pakan lokal secara optimal akan
menentukan tercapainya kualitas produksi ternak secara optimal pula (Hadi et,.al. 2002).
Sapi Ongole mrupakan sapi yang berasal
dari India, tepatnya di kabupaten Guntur, propinsi Andra Pradesh. Sapi ini
menyebar keseluruh dunia termasuk Indonesia. Karakteristik Sapi ongole
merupakan jenis ternak berukuran sedang, dengan gelambir yang lebar yang
longgar dan menggantung. Badannya panjang sedangkan lehernya pendek. Kepala
bagian depan lebar diantara kedua mata. Ciri-ciri sapi ongole bentuk mata elip
dengan bola mata dan sekitar mata berwarna hitam, telingan agak kuat, ukuran
20-25 cm, dan agak menjatuh, tanduknya pendek dan tumpul, tumbuh kedepan dan
kebelakang. Pada pangkal tanduk tebal dan tidak ada retakan, warna yang populer
adalah putih. Sapi jantan pada kepalanya berwarna abu tua, pada leher dan kaki
kadang-kadang berwarna hitam. Warna ekor putih, kelopak mata putih dan otot
berwarna segar, kuku berwarna cerah dan badan berwarna abu tua (Sugeng, 2001).
Sapi Limousin
merupakan bangsa sapi yang berasal dari Prancis. Ciri-ciri sapi Limousin yaitu
konformasi kepala menyerupai persegi (perbandingan antara ukuran panjang dan
lebar kepala hampir sama), leher pendek, warna tubuh merah keemasan dengan
warna yang lebih terang padabagian perut bagian bawah, paha bagian dalam,
daerah sekitar mata, mulut, anusdan ekor, konformasi badan kompak. Salah satu
jenis sapi impor yang didatangkan ke Indonesia ialah sapi Limousin, yang
memiliki keunggulan dibanding sapi lokal yaitu pertambahan bobot badan harian
(PBBH) berkisar antara 0,80-1,60 kg/hari, konversi pakan tinggi dan komposisi
karkas tinggi dengan komponen tulang lebih rendah (Hadi et al., 2002).
Sapi Bali
merupakan
sapi keturunan Bos sondaicus (Bos Banteng) yang berhasil dijinakkan dan
mengalami perkembangan pesat di Pulau Bali. Sapi Bali asli mempunyai bentuk dan karakteristik sama
dengan banteng. Sapi Bali
termasuk sapi dwiguna (kerja dan potong). Sapi bali
terkenal
karena keunikan dan keunggulannya di banding sapi jenis lain.
Sapi Bali mempunyai sapi yang memiliki banyak sifat unggul diantaranya reproduksi sangat baik, cepat beranak, mudah beradaptasi dengan lingkungannya, tahan terhadap penyakit, dapat hidup di lahan kritis, memiliki daya cerna yang baik terhadap pakan dan persentase karkas yang tinggi. Tidak heran bila Sapi Bali merupakan jenis sapi terbaik diantara sapi-sapi yang ada di dunia (Seregar, 2008)
Sapi Bali mempunyai sapi yang memiliki banyak sifat unggul diantaranya reproduksi sangat baik, cepat beranak, mudah beradaptasi dengan lingkungannya, tahan terhadap penyakit, dapat hidup di lahan kritis, memiliki daya cerna yang baik terhadap pakan dan persentase karkas yang tinggi. Tidak heran bila Sapi Bali merupakan jenis sapi terbaik diantara sapi-sapi yang ada di dunia (Seregar, 2008)
Suhu tubuh sapi dipengaruhi oleh jenis,
bangsa, umur, jenis kelamin, kondisi dan aktivitasnya. Kisaran tubuh
normal pada sapi adalah 38,5-39,6 0C dengan suhu kritis 40 0C
(Subronto, 1985). Suhu lingkungan yang berubah-ubah menyebabkan ternak selalu
berusaha untuk menjaga suhu tubuhnya agar tetap, karena sapi adalah hewan
homeothermis.
Kisaran suhu
tubuh normal anak sapi 39,5-40ºC, sedangkan untuk sapi dewasa 38-39,5ºC (Sugeng,
2000).
III. METODOLOGI
PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini
dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 29
April 2016
dan bertempat di Desa Alebo Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan.
3.2. Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan pada praktikum ini yaitu lembar kuesioner beserta alat tulis
lain, kamera dan kendaraan bermotor. Objek pengataman pada praktikum ini berupa
ternak dan lahan pertanian yang dimiliki oleh responden yang diwawancarai serta
kondisi masyarakat di lokasi praktek.
3.3. Prosedur Praktikum
Prosedur
praktikum yang dilakukan pada praktikum ini menggunakan teknik survey secara
langsung. Mahasiswa sebagai enumerator mendatangi dan mewawancarai responden
yang menjadi sasarannya. Tahapan pelaksanaannya sebagai berikut :
1. Menentukan
lokasi yang akan menjadi sasaran praktek.
2. Mendatangi
lokasi yang telah ditentukan.
3. Mencari
responden yang akan diwawancarai.
4. Mewawancarai
responden sasaran (sesuai dengan isi kusioner).
5. Melihat
kondisi peternakan dan pertanian yang dimiliki responden.
6. Melihat
kondisi masyarakat sekitar.
7. Mentabulasi
data dari setiap kueisoner dan menyusun laporan.
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1. Responden dan Ternak
Dalam
wawancara yang kami lakukan kami mewawancara peternak yang bernama Pak Rapi
yang berumur 33 tahun, berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan adalah
pekerjaan atau usaha sebagai peternak sudah lama pak Rapi keluti dan merupakan
usaha turun temurun dari orang tuanya. Selain sebagai seorang peternak pak Rapi
juga merupakan seorang petani.
Ternak
yang dipelihara atau yang dimiliki pak Rapi berjumlah 9 ekor, terdiri dari 6 ekor induk berumur
masing-masing 4 tahun dan pedet 3 ekor berumur masing-masing 4-6 bulan yang
merupakan bangsa ternak Limousin (Bos
taurus), sapi Bali (Bos Sondaicus)
dan ongole (Bos indicus). Dan ternak
yang dimiliki pak Rapi tidak diberi tanda ataupun nama.
4.2. Manajemen
Pemberian Pakan
Pakan komplit merupakan pakan yang cukup mengandung nutrien untuk ternak
dalam tingkat fisiologis tertentu yang dibentuk dan diberikan sebagai
satu-satunya pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi tampa
tambahan substabsi lain kecuali air (Hartadi et al., 2005). Semua
bahan pakan tersebut, baik pakan kasar maupun konsentrat dicampur secara
homogen menjadi satu. Pembuatan pakan komplit sebaiknya menggunakan pakan
lokal. Hal ini sangat diperlukan mengingat ketangguhan agribisnis peternakan
adalah mengutamakan menggunakan bahan baku lokal yang tersedia di dalam negeri
dan sedikit mungkin menggunakan komponen impor (Saragih, 2000).
Pakan yang diberikan untuk sapi potong harus cukup,
baik mengenai mutu maupun jumlahnya. Pakan bagi ternak berfungsi untuk
kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Pakan yang kurang akan menghambat
pertumbuhan. Hal yang terpenting adalah pakan dapat memenuhi kebutuhan protein,
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral bagi ternak. Pakan ternak sapi
digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu pakan hijauan, pakan konsentrat dan
pakan tambahan (Anonim, 2012). Dalam hasil wawancara kami dalam sistem
pemberian pakan untuk ternak potong dengan memberikan pakan berupa hijauan
segar yaitu rumput gajah yang diambil dari hutan dan hijauan yang ditanam
sendiri pak Rapi kemudian hijauan tersebut di bawah ke dalam kandang untuk
diberikan pada ternak potong dan juga pemberian pakan dengan jenis rerumputan
lapangan karena kebanyakan ternak potong di Desa Alebo, kecamatan Konda
kabupaten Konawe Selatan di pelihara dengan sistem intensif yaitu dengan cara
dikandangkan pada malam harinya dan siang harinya dikembalakan dan juga
dikandangkan terus menerus. Dalam pemberian pakan untuk ternak potong dilakukan
atau diberikan dalam 1 hari 2-3 kali sehari sedangkan ternak potong yang
digembalakan pagi hari kira-kira jam 7 sampai sore hari kira-kira jam 4.
4.5. Penanganan
Penyakit
Sanitasi dalam
usaha peternakan mutlak diperlukan untuk menjaga kesehatan ternak yang
bersangkutan. Sanitasi yaitu tindakan untuk menjaga kebersihan lingkungan
setiap harinya. Sanitasi yang baik akan menekan perkembangan penyakit uang
dapat menyerang baik pada ternak maupaun peternak sendiri. Pemeliharaan kandang
dengan sanitasi adalah tindakan pencegahan (preventif) yang sangat baik
(Soedono et al., 2003).
Pengendalian penyakit ternak potong
yang paling baik adalah menjaga kesehatan ternak dengan tindakan pencegahan
guna mencegah timbulnya penyakit yang dapat mengakibatkan kerugian. Tindakan
pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah menjaga kebersihan kandang
beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi, ternak yang
sakit dipisahkan dengan ternak sehat dan segera dilakukan pengobatan, Mengusahakan
lantai kandang selalu kering dan memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan
dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.
Berdasarkan hasil wawancara kami pada pak Rapi di Desa
Alebo, kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan ternak yang dimiliki jarang
terkena penyakit karena dilakukannya pencegahan penyakit dengan cara menyuntik
atau memberi vaksin pada ternak potong tersebut yang dilakukan oleh orang-orang
dari dinas pertanian dan peternakan setempat. Dan jika ternak potong memiliki
penyakit yaitu seperti penyakit cacingan sehingga membuat ternak potongnya
memiliki feses yang encer dan juga ternak potong yang dimilik pak Rapi di Desa
Alebo, kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan sering mengalami kembung dan
cacingan, hal ini terjadi karena pakan yang berikan mengandung anti nutrisi dan
memiliki zat-zat tertentu yang mengakibatkan ternak tersebut kembung, untuk
mengobati cacingan pada ternak pak Rapi memberikan obat cacing khusus untuk
ternak.
4.3. Penanganan Limbah
Limbah ternak potong dapat berupa
kotoran atau feses dan air seni. Saat ini limbah ternak potong yang dijadikan
kompos atau pupuk organik banyak diminati masyarakat. Hal ini disebabkan harga
pupuk kimia relatif mahal dan merusak zat hara tanah. Pengolahan limbah sapi
menjadi kompos jika dilakukan dengan benar akan menjadi sumber penghasilan
tambahan. Pengolahan limbah sapi ini dilakukan dengan berbagai cara tergantung
dari bahan tambahan yang digunakan (Soedono et al., 2003).
Limbah ternak dapat bermanfaat
sebagai pupuk kandang. Feses jika diolah secara benar mempunyai nilai ekonomis
yang tinggi selain dari penjualan susu dan penjualan anak. Setiap ekor sapi
bisanya mengeluarkan feses kurang lebih 10 kg perhari. Jika dipehitungkan
secara ekonomis akan menambah pendapatan petani peternak (Priyo, 2008).
Limbah peternakan seperti feses,
urin beserta sisa pakan ternak sapi merupakan salah satu sumber bahan yang
dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Namun di sisi lain perkembangan
atau pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah bagi lingkungan
seperti menumpuknya limbah peternakan termasuknya di dalamnya limbah peternakan
sapi. Limbah ini menjadi polutan karena dekomposisi kotoran ternak berupa BOD
dan COD (Biological/Chemical Oxygen Demand), bakteri patogen sehingga
menyebabkan polusi air (terkontaminasinya air bawah tanah, air permukaan), polusi
udara dengan debu dan bau yang ditimbulkannya (Efriza, 2009).
Tetapi
berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan kepada pak Rapi di Desa Alebo,
kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan adalah limbah dari ternak potong
berupa feses yang di miliki di manfaatkan atau dijadikan pupuk selanjutnya
digunakan untuk memupuk tanaman milik pak Rapi dan juga menjual pupuk yang
telah dibuat. Tetapi ketika musim hujan pak Rapi tidak membuat pupuk untuk
sementara waktu karena dalam proses mengeringkan feses dari ternak potong
dengan cara trandisional yaitu hanya mengandalkan cahaya matahari dan juga
tampat menyimpan feses dari ternak potong tanpa memberiakan atap sehingga
ketika hujan feses tersebut langsung terkena air hujan, dan hal yang lain yang
membuat kurang meningkatnya produksi pupuk kandang karena pengolahan limbah
dari ternak potong hanya dijadikan sebagai hasil sampingan saja.
4.4. Sistem atau Pola Pemeliharaan Ternak
Berdasarkan
pada praktikum yang telah dilakukan selama 1 hari di Desa Alebo, kecamatan
Konda Kabupaten Konawe Selatan. Kami melakukan wawancara kepada pak Rapi bahwa
pemeliharaan pada ternak potong yang dilakukan dengan sistem intensif dan semi
intensif, pemeliharaan secara intensif
dibagi menjadi dua yaitu ternak sapi dikandangkan secara terus menerus
dan ternak sapi dikandangkan pada saat malam hari kemudian siang hari
digembalakan. Tetapi sistem pemeliharaan yang di lakukan pak Rapi yaitu memelihara
ternaknya dengan cara intensif, baik itu dengan cara memelihara ternak terus
menerus di dalam kandang maupun ternak di kandangkan pada saat malam hari
kemudian siang harinya digembalakan. Berdasarkan hasil wawancara yang telah
kami lakukan oleh kepada pak Rapi di Desa Alebo, kecamatan Konda Kabupaten
Konawe Selatan dalam sistem pemeliharaan ternak potong berbeda dengan hasil
wawancara di tempat lain yang di lakukan (Siregar, 2008) mengemukakan bahwa
sistem pemeliharaan yang dilakukan di Pulau Lombok di Wilayah Nusa Tenggara
Barat adalah dalam aspek pemeliharaan ternak potong yang dilakukan oleh
masyarakat dengan sistem pemeliharaan pada
ternak potong adalah dengan sistem intensif, dengan cara dikandangkan
secara terus menerus karena pertimbangan lahan pengembalaan kurang tersedia,
pemilikan lahan sempit, dan cukup banyak terdapat kandang kumpul. Pemeliharaan secara intensif yaitu
ternak dipelihara secara terus menerus di dalam kandang sampai saat dipanen
sehingga kandang mutlak harus ada. Seluruh kebutuhan sapi disuplai oleh peternak,
termasuk pakan dan minum. Aktivitas lain seperti memandikan sapi juga dilakukan
serta sanitasi dalam kandang. Dalam pola pemeliharaannya keuntungan dan kekurangan
yang di alami pak Rapi di Desa Alebo, kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan
keuntungan dalam memelihara ternak potong yaitu menghasilkan nilai ekonomis dan
juga dijadikan sebagai tabungan sedangkan kekurangannya dalam memelihara ternak
potong yaitu dari aspek pakannya jika musim kemarau pakan yang akan dikonsumsi
ternak potong susah di dapat atau kurang.
4.5. Perkandangan
Kandang merupakan tempat ternak
melakukan segala aktivitas hidupnya. Kandang yang baik adalah sesuai dengan
persyaratan kondisi kebutuhan dan kesehatan sapi. Persyaratan umum perkandangan
adalah sinar matahari harus cukup sehingga kandang tidak lembab, sinar matahari
pada pagi hari tidak terlalu panas dan mengandung sinar UV yang berfungsi
sebagai desinfektan, dan pembentukan vitamin D, lantai kandang selalu kering
karena kandang yang lantainya basah apabila berbaring maka tubuhnya akan basah
yang dapat mengaggu pernapasan, dan memerlukan tempat pakan yang lebar sehingga
sapi mudah untuk mengkonsumsi pakan (Sasono, 2009).
Bahan atap yang biasa digunakan
adalah genting, seng, asbes, rumbai, alang- alang (ijuk). Bahan genting biasanya
menggunakan bahan yang mudah didapat dan harganya lebih efisien. Beberapa macam
bahan yang bayak digunakan adalah genting, karena terdapat celah-celah sehingga
sirkulasi udara cukup baik, apabila menggunakan bahan seng untuk atap dibuat
tiang yang tinggi agar panasnya tidak begitu berpengaruh terhadap ternak
(Suranto, 2003).
Berdasarkan dari hasil wawancara
yang kami lakukan adalah kandang yang dimiliki pak Rapi di Desa Alebo,
kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan terbuat dari kayu, atapnya dari genteng
dan seng, dan lantainya terbuat dari semen. Dan luas dari kandang yang dimilki
pak Rapi hanya berkisar panjang 7 meter dan lebar 4 meter. Sedangkan biaya yang
dikeluarkan untuk membuat kandang yaitu 3-4 juta karena pak Rapi hanya
memanfaatkan atau mengambil kayu yang berada di hutan dan di sekitar rumahnya,
hanya harga atap yang memerlukan biaya yang cukup mahal sehingga kandang yang dimiliki
begitu sederhana.
V. PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil survey lapangan di
desa Alebo Dusun III Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan sangatlah
potensial untuk pengembangan sektor pertanian dan peternakan karena memiliki
lahan yang cukup baik.
5.2.
Saran
Saran yang dapat saya ajukan dalam
praktikum ini adalah:
1.
sebaiknya
praktikum di laksanakan di awal agar pembuatan laporannya bisa lebi baik lagi.
2.
Persiapan
sebelum praktikum harus diperhatikan agar jadwalnya tidak molor sesuai dengan
yang sudah
di sepakati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar