Kamis, 09 Februari 2017

laporan ternak potong MENGIDENTIFIKASI DEMOGRAFIS WILAYAH KERJA PETERNAKAN DAN PERTANIAN DI WILAYAH ALEBO

MENGIDENTIFIKASI DEMOGRAFIS WILAYAH KERJA PETERNAKAN DAN PERTANIAN DI WILAYAH ALEBO





                                                                                                                              




OLEH :

NAMA           :  Vina Eka Prasetia N.A.A
STAMBUK   :  L1A1 14 059
KELAS          :  B
KELOMPOK :  I (Satu)
ASISTEN       :  Asnawi








JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016

I.  PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan sapi potong di Indonesia, dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan laju pertambahan penduduk dan semakin membaiknya tingkat kesejahteraan masyarakat mengakibatkan permintaan konsumen terhadap komoditas hasil ternak khususnya daging dari tahun ke tahun cendrung meningkat pula, Sementara ketersediaan sapi lokal siap potong belum mencukupi kebutuhan pasar. Oleh karena itu pemerintah harus menutupi kekurangan tersebut dengan mengimpor sapi dari luar. Tentu peluang usaha yang besar ini sangat disayangkan jika tidak dimanfaatkan oleh para peternak. Salah satu usaha peningkatan pengadaan daging sapi dalam jumlah maupun kualitasnya adalah dengan usaha sapi kereman. Sapi kereman (Dry Lot Fattening) adalah sapi jantan yang dipelihara dalam kandang tertentu, tidak dipekerjakan tetapi hanya diberi makan dengan nilai nutrisi yang optimal untuk menaikkan berat badan dan kesehatan sapi yang maksimal.
Ternak potong merupakan ternak yang dipelihara khusus untuk dimanfaatkan atau diambil dagingnya. Ternak yang umumnya digunakan sebagai ternak potong adalah ternak yang mempunyai hasil daging yang lebih tinggi disbanding hasil ternak lainya misalnya sapi. Industri ternak potong umumnya mempunyai dua jenis usaha yang dijalankan yakni usaha breeding dan fattening. Breeding merupakan usaha untuk menghasilkan anakan yang nantinya akan dijual sebagai bakalan (bibit ternak). Bibit ternak merupakan salah satu sarana produksi yang memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam upaya meningkatkan jumlah dan mutu produksi ternak, dan sebagai salah satu faktor dalam penyediaan pangan asal ternak yang berdaya saing tinggi. Untuk dapat menghasilkan bibit ternak yang unggul dan bermutu tinggi diperlukan proses manajemen pemeliharaan, pemuliabiakan (breeding), pakan dan kesehatan hewan ternak yang terarah dan berkesinambungan.
Manajemen pemeliharaan komoditas ternak sapi pedaging meliputi pengelolaan perkandangan, pembibitan, pengelolaan pakan, perawatan dan pengamanan biologis, serta pemanfaatan limbah ternak dengan memperhatikan sumber daya yang ada. Manfaat beternak sapiantara lain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging, untuk meningkatkan pendapatan peternak, dan meningkatkan populasi ternak tersebut, karena di Indonesia permintaan daging dalam negeri saat ini masih belum diimbangi oleh suplai yang memadai. Suplai daging yang masih rendah dapat disebabkan karena kurangnya program pembibitan untuk mendapatkan ternak dengan mutu baik yang dapat menghasilkan daging dengan kualitas yang baik pula. Pemenuhan daging dalam negeri dapat berasal dari ternak sapi yang sangat potensial dikembangkan sebagai ternak potong.
Dalam usaha peternakan sapi dapat dikatakan berhasil apabila telah memberikan kontribusi pendapatan dan dapat memenuhi kebutuhan hidup peternak sehari-hari. Agar usaha ternak sapi menghasilkan sapi berkualitas, peternak harus meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam beternak sapi potong, antara lain memilih bibit/bakalan yang baik, sistem pemeliharaan, pemberian pakan yang baik, cara bereproduksi dan pengawasan terhadap kesehatan ternak. Hal inilah yang melatarbelakangi diadakannya Praktikum Penggemukan (feedlot).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dilakukanlah praktikum ini untuk dapat mengetahui informasi mengenai potensi pertanian dan peternakan serta aspek sosial masyarakat desa Alebo, kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan.
1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang hendak dicapai dari penyelenggaraan kegiatan survey ini adalah untuk memperoleh data dan informasi mengenai potensi pertanian dan peternakan serta aspek sosial masyarakat desa Alebo, kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan
Manfaat yang diperoleh dari praktikum ini ialah sebagai salah satu sumber informasi mengenai potensi yang dimiliki Desa Alebo dalam sektor peternakan dan pertanian serta aspek sosial budaya yang berkembang di daerah tersebut.





II. TINJAUAN PUSTAKA
Pada dasarnya terdapat tiga komponen penting dalam sebuah peternakan yaitu pemuliaan, Pakan, dan Manajemen.Agar produktivitas ternak potong dapat optimal maka seluruh aspek ini harus diperhatikan. Termasuk dalam manajemen  ialah sistem pemeliharaan, penggembalaan, pemberian pakan, serta manajemen lingkungan dan kesehatan. Dari segi  manajemen kesehatan dan lingkungan diperlukan kebersihan atau sanitasi perkandangan. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya praktikum pemeliharaan dan pengembalaan ternak sapi potong (Sarwono dan Arianto, 2006).
Ternak sapi potong di Indonesia memiliki arti yang sangat strategis, terutama dikaitkan dengan fungsinya sebagai penghasil daging, tenaga kerja, penghasil pupuk kandang, tabungan, atau sumber rekreasi. Arti yang lebih  utamanya adalah sebagai komoditas sumber pangan hewani yang bertujuan untuk mensejahterakan manusia, memenuhi kebutuhan selera konsumen dalam rangka meningkatkan kualitas hidup, dan mencerdaskan masyarakat (Santosa dan Yogaswara, 2006).
Sapi merupakan penghasil daging utama di Indonesia, walaupun bakalan sapi masih terpenuhi dari impor.Konsumsi daging sapi mencapai 19 persen dari jumlah konsumsi daging Nasional.Konsumsi daging sapi cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Konsumsi daging pada tahun 2006 mencapai 4,1 kg/ kapita/tahun meningkat menjadi 5,1 kg/kapita/tahun pada tahun 2007. Namun peningkatan konsumsi daging ini tidak diimbangi dengan peningkatan populasi ternak (ketidakseimbangan antara supply dan demand), sehingga diseimbangkan dengan impor daging sapi setiap tahun yang terus meningkat sekitar 360 ribu ton pada tahun 2004 menjadi 650 ribu ton pada tahun 2008 (Luthan, 2009).
Sapi potong merupakan komoditas subsektor peternakan yang sangat potensial. Hal ini bisa dilihat dari tingginya permintaan akan daging sapi. Namun, sejauh ini Indonesia belum mampu menyuplai semua kebutuhan daging tersebut. Akibatnya, pemerintah terpaksa membuka jalur impor untuk sapi hidup maupun daging sapi dari negara lain, misalnya Australia dan Selandia Baru. Usaha peternakan sapi potong pada saat ini masih tetap menguntungkan. Pasalnya, permintaan pasar akan daging sapi masih terus memperlihatkan adanya peningkatan. Selain dipasar domestik, permintaan daging di pasar luar negeri juga cukup tinggi (Rianto dan Purbowati, 2009).
Pemeliharaan sapi potong maupun ternak kerja  di Indonesia dilakukan secara intensif dan semi intensif. Pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara secara intensif hampir sepanjang hari berada dalam kandang dan diberikan pakan sebanyak dan sebaik mungkin sehingga cepet gemuk, sedangkan semi intensif sapi-sapi kadangkala dilepas dari padang pengembalaan. Kualitas produksi ternak sapi potong sangat berhubungan erat dengan kualitas sumber pakan lokal yang tersedia, sehingga pemanfaatan sumber pakan lokal secara optimal akan menentukan tercapainya kualitas produksi ternak secara optimal pula (Hadi et,.al. 2002).
Sapi Ongole mrupakan sapi yang berasal dari India, tepatnya di kabupaten Guntur, propinsi Andra Pradesh. Sapi ini menyebar keseluruh dunia termasuk Indonesia. Karakteristik Sapi ongole merupakan jenis ternak berukuran sedang, dengan gelambir yang lebar yang longgar dan menggantung. Badannya panjang sedangkan lehernya pendek. Kepala bagian depan lebar diantara kedua mata. Ciri-ciri sapi ongole bentuk mata elip dengan bola mata dan sekitar mata berwarna hitam, telingan agak kuat, ukuran 20-25 cm, dan agak menjatuh, tanduknya pendek dan tumpul, tumbuh kedepan dan kebelakang. Pada pangkal tanduk tebal dan tidak ada retakan, warna yang populer adalah putih. Sapi jantan pada kepalanya berwarna abu tua, pada leher dan kaki kadang-kadang berwarna hitam. Warna ekor putih, kelopak mata putih dan otot berwarna segar, kuku berwarna cerah dan badan berwarna abu tua (Sugeng, 2001).
Sapi Limousin merupakan bangsa sapi yang berasal dari Prancis. Ciri-ciri sapi Limousin yaitu konformasi kepala menyerupai persegi (perbandingan antara ukuran panjang dan lebar kepala hampir sama), leher pendek, warna tubuh merah keemasan dengan warna yang lebih terang padabagian perut bagian bawah, paha bagian dalam, daerah sekitar mata, mulut, anusdan ekor, konformasi badan kompak. Salah satu jenis sapi impor yang didatangkan ke Indonesia ialah sapi Limousin, yang memiliki keunggulan dibanding sapi lokal yaitu pertambahan bobot badan harian (PBBH) berkisar antara 0,80-1,60 kg/hari, konversi pakan tinggi dan komposisi karkas tinggi dengan komponen tulang lebih rendah (Hadi et al., 2002).
Sapi Bali merupakan sapi keturunan Bos sondaicus (Bos Banteng) yang berhasil dijinakkan dan mengalami perkembangan pesat di Pulau Bali. Sapi Bali asli mempunyai bentuk dan karakteristik sama dengan banteng. Sapi Bali termasuk  sapi      dwiguna          (kerja   dan      potong). Sapi bali terkenal karena keunikan dan keunggulannya  di banding sapi jenis lain.
Sapi Bali mempunyai sapi yang memiliki banyak sifat unggul diantaranya reproduksi sangat baik, cepat beranak, mudah beradaptasi dengan lingkungannya, tahan terhadap penyakit, dapat hidup di lahan kritis, memiliki daya cerna yang baik terhadap pakan dan persentase karkas yang tinggi. Tidak heran bila Sapi Bali merupakan jenis sapi terbaik diantara sapi-sapi yang ada di dunia
(Seregar, 2008)
Suhu tubuh sapi dipengaruhi oleh jenis, bangsa, umur, jenis kelamin, kondisi dan aktivitasnya.  Kisaran tubuh normal pada sapi adalah 38,5-39,6 0C dengan suhu kritis 40 0C (Subronto, 1985). Suhu lingkungan yang berubah-ubah menyebabkan ternak selalu berusaha untuk menjaga suhu tubuhnya agar tetap, karena sapi adalah hewan homeothermis. Kisaran suhu tubuh normal anak sapi 39,5-40ºC, sedangkan untuk sapi dewasa 38-39,5ºC (Sugeng, 2000).








III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 29 April 2016 dan bertempat di Desa Alebo Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan.

3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu lembar kuesioner beserta alat tulis lain, kamera dan kendaraan bermotor. Objek pengataman pada praktikum ini berupa ternak dan lahan pertanian yang dimiliki oleh responden yang diwawancarai serta kondisi masyarakat di lokasi praktek.
3.3. Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum yang dilakukan pada praktikum ini menggunakan teknik survey secara langsung. Mahasiswa sebagai enumerator mendatangi dan mewawancarai responden yang menjadi sasarannya. Tahapan pelaksanaannya sebagai berikut :
1.      Menentukan lokasi yang akan menjadi sasaran praktek.
2.      Mendatangi lokasi yang telah ditentukan.
3.      Mencari responden yang akan diwawancarai.
4.      Mewawancarai responden sasaran (sesuai dengan isi kusioner).
5.      Melihat kondisi peternakan dan pertanian yang dimiliki responden.
6.      Melihat kondisi masyarakat sekitar.
7.      Mentabulasi data dari setiap kueisoner dan menyusun laporan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Responden dan Ternak
Dalam wawancara yang kami lakukan kami mewawancara peternak yang bernama Pak Rapi yang berumur 33 tahun, berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan adalah pekerjaan atau usaha sebagai peternak sudah lama pak Rapi keluti dan merupakan usaha turun temurun dari orang tuanya. Selain sebagai seorang peternak pak Rapi juga merupakan seorang petani.
Ternak yang dipelihara atau yang dimiliki pak Rapi berjumlah 9 ekor,  terdiri dari 6 ekor induk berumur masing-masing 4 tahun dan pedet 3 ekor berumur masing-masing 4-6 bulan yang merupakan bangsa ternak Limousin (Bos taurus), sapi Bali (Bos Sondaicus) dan ongole (Bos indicus). Dan ternak yang dimiliki pak Rapi tidak diberi tanda ataupun nama.
4.2. Manajemen Pemberian Pakan
Pakan komplit merupakan pakan yang cukup mengandung nutrien untuk ternak dalam tingkat fisiologis tertentu yang dibentuk dan diberikan sebagai satu-satunya pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi tampa tambahan substabsi lain kecuali air (Hartadi et al., 2005). Semua bahan pakan tersebut, baik pakan kasar maupun konsentrat dicampur secara homogen menjadi satu. Pembuatan pakan komplit sebaiknya menggunakan pakan lokal. Hal ini sangat diperlukan mengingat ketangguhan agribisnis peternakan adalah mengutamakan menggunakan bahan baku lokal yang tersedia di dalam negeri dan sedikit mungkin menggunakan komponen impor (Saragih, 2000).
Pakan yang diberikan untuk sapi potong harus cukup, baik mengenai mutu maupun jumlahnya. Pakan bagi ternak berfungsi untuk kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Pakan yang kurang akan menghambat pertumbuhan. Hal yang terpenting adalah pakan dapat memenuhi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral bagi ternak. Pakan ternak sapi digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu pakan hijauan, pakan konsentrat dan pakan tambahan (Anonim, 2012). Dalam hasil wawancara kami dalam sistem pemberian pakan untuk ternak potong dengan memberikan pakan berupa hijauan segar yaitu rumput gajah yang diambil dari hutan dan hijauan yang ditanam sendiri pak Rapi kemudian hijauan tersebut di bawah ke dalam kandang untuk diberikan pada ternak potong dan juga pemberian pakan dengan jenis rerumputan lapangan karena kebanyakan ternak potong di Desa Alebo, kecamatan Konda kabupaten Konawe Selatan di pelihara dengan sistem intensif yaitu dengan cara dikandangkan pada malam harinya dan siang harinya dikembalakan dan juga dikandangkan terus menerus. Dalam pemberian pakan untuk ternak potong dilakukan atau diberikan dalam 1 hari 2-3 kali sehari sedangkan ternak potong yang digembalakan pagi hari kira-kira jam 7 sampai sore hari kira-kira jam 4.
4.5. Penanganan Penyakit
Sanitasi dalam usaha peternakan mutlak diperlukan untuk menjaga kesehatan ternak yang bersangkutan. Sanitasi yaitu tindakan untuk menjaga kebersihan lingkungan setiap harinya. Sanitasi yang baik akan menekan perkembangan penyakit uang dapat menyerang baik pada ternak maupaun peternak sendiri. Pemeliharaan kandang dengan sanitasi adalah tindakan pencegahan (preventif) yang sangat baik (Soedono et al., 2003).
Pengendalian penyakit ternak potong yang paling baik adalah menjaga kesehatan ternak dengan tindakan pencegahan guna mencegah timbulnya penyakit yang dapat mengakibatkan kerugian. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi, ternak yang sakit dipisahkan dengan ternak sehat dan segera dilakukan pengobatan, Mengusahakan lantai kandang selalu kering dan memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.
Berdasarkan hasil wawancara kami pada pak Rapi di Desa Alebo, kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan ternak yang dimiliki jarang terkena penyakit karena dilakukannya pencegahan penyakit dengan cara menyuntik atau memberi vaksin pada ternak potong tersebut yang dilakukan oleh orang-orang dari dinas pertanian dan peternakan setempat. Dan jika ternak potong memiliki penyakit yaitu seperti penyakit cacingan sehingga membuat ternak potongnya memiliki feses yang encer dan juga ternak potong yang dimilik pak Rapi di Desa Alebo, kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan sering mengalami kembung dan cacingan, hal ini terjadi karena pakan yang berikan mengandung anti nutrisi dan memiliki zat-zat tertentu yang mengakibatkan ternak tersebut kembung, untuk mengobati cacingan pada ternak pak Rapi memberikan obat cacing khusus untuk ternak.

4.3. Penanganan Limbah
Limbah ternak potong dapat berupa kotoran atau feses dan air seni. Saat ini limbah ternak potong yang dijadikan kompos atau pupuk organik banyak diminati masyarakat. Hal ini disebabkan harga pupuk kimia relatif mahal dan merusak zat hara tanah. Pengolahan limbah sapi menjadi kompos jika dilakukan dengan benar akan menjadi sumber penghasilan tambahan. Pengolahan limbah sapi ini dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari bahan tambahan yang digunakan (Soedono et al., 2003).
Limbah ternak dapat bermanfaat sebagai pupuk kandang. Feses jika diolah secara benar mempunyai nilai ekonomis yang tinggi selain dari penjualan susu dan penjualan anak. Setiap ekor sapi bisanya mengeluarkan feses kurang lebih 10 kg perhari. Jika dipehitungkan secara ekonomis akan menambah pendapatan petani peternak (Priyo, 2008).
Limbah peternakan seperti feses, urin beserta sisa pakan ternak sapi merupakan salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Namun di sisi lain perkembangan atau pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah bagi lingkungan seperti menumpuknya limbah peternakan termasuknya di dalamnya limbah peternakan sapi. Limbah ini menjadi polutan karena dekomposisi kotoran ternak berupa BOD dan COD (Biological/Chemical Oxygen Demand), bakteri patogen sehingga menyebabkan polusi air (terkontaminasinya air bawah tanah, air permukaan), polusi udara dengan debu dan bau yang ditimbulkannya (Efriza, 2009).
Tetapi berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan kepada pak Rapi di Desa Alebo, kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan adalah limbah dari ternak potong berupa feses yang di miliki di manfaatkan atau dijadikan pupuk selanjutnya digunakan untuk memupuk tanaman milik pak Rapi dan juga menjual pupuk yang telah dibuat. Tetapi ketika musim hujan pak Rapi tidak membuat pupuk untuk sementara waktu karena dalam proses mengeringkan feses dari ternak potong dengan cara trandisional yaitu hanya mengandalkan cahaya matahari dan juga tampat menyimpan feses dari ternak potong tanpa memberiakan atap sehingga ketika hujan feses tersebut langsung terkena air hujan, dan hal yang lain yang membuat kurang meningkatnya produksi pupuk kandang karena pengolahan limbah dari ternak potong hanya dijadikan sebagai hasil sampingan saja.
4.4. Sistem atau Pola Pemeliharaan Ternak
Berdasarkan pada praktikum yang telah dilakukan selama 1 hari di Desa Alebo, kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan. Kami melakukan wawancara kepada pak Rapi bahwa pemeliharaan pada ternak potong yang dilakukan dengan sistem intensif dan semi intensif, pemeliharaan secara intensif  dibagi menjadi dua yaitu ternak sapi dikandangkan secara terus menerus dan ternak sapi dikandangkan pada saat malam hari kemudian siang hari digembalakan. Tetapi sistem pemeliharaan yang di lakukan pak Rapi yaitu memelihara ternaknya dengan cara intensif, baik itu dengan cara memelihara ternak terus menerus di dalam kandang maupun ternak di kandangkan pada saat malam hari kemudian siang harinya digembalakan. Berdasarkan hasil wawancara yang telah kami lakukan oleh kepada pak Rapi di Desa Alebo, kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan dalam sistem pemeliharaan ternak potong berbeda dengan hasil wawancara di tempat lain yang di lakukan (Siregar, 2008) mengemukakan bahwa sistem pemeliharaan yang dilakukan di Pulau Lombok di Wilayah Nusa Tenggara Barat adalah dalam aspek pemeliharaan ternak potong yang dilakukan oleh masyarakat dengan sistem pemeliharaan pada  ternak potong adalah dengan sistem intensif, dengan cara dikandangkan secara terus menerus karena pertimbangan lahan pengembalaan kurang tersedia, pemilikan lahan sempit, dan cukup banyak terdapat kandang kumpul. Pemeliharaan secara intensif yaitu ternak dipelihara secara terus menerus di dalam kandang sampai saat dipanen sehingga kandang mutlak harus ada. Seluruh kebutuhan sapi disuplai oleh peternak, termasuk pakan dan minum. Aktivitas lain seperti memandikan sapi juga dilakukan serta sanitasi dalam kandang. Dalam pola pemeliharaannya keuntungan dan kekurangan yang di alami pak Rapi di Desa Alebo, kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan keuntungan dalam memelihara ternak potong yaitu menghasilkan nilai ekonomis dan juga dijadikan sebagai tabungan sedangkan kekurangannya dalam memelihara ternak potong yaitu dari aspek pakannya jika musim kemarau pakan yang akan dikonsumsi ternak potong susah di dapat atau kurang.
4.5. Perkandangan
Kandang merupakan tempat ternak melakukan segala aktivitas hidupnya. Kandang yang baik adalah sesuai dengan persyaratan kondisi kebutuhan dan kesehatan sapi. Persyaratan umum perkandangan adalah sinar matahari harus cukup sehingga kandang tidak lembab, sinar matahari pada pagi hari tidak terlalu panas dan mengandung sinar UV yang berfungsi sebagai desinfektan, dan pembentukan vitamin D, lantai kandang selalu kering karena kandang yang lantainya basah apabila berbaring maka tubuhnya akan basah yang dapat mengaggu pernapasan, dan memerlukan tempat pakan yang lebar sehingga sapi mudah untuk mengkonsumsi pakan (Sasono, 2009).
Bahan atap yang biasa digunakan adalah genting, seng, asbes, rumbai, alang- alang (ijuk). Bahan genting biasanya menggunakan bahan yang mudah didapat dan harganya lebih efisien. Beberapa macam bahan yang bayak digunakan adalah genting, karena terdapat celah-celah sehingga sirkulasi udara cukup baik, apabila menggunakan bahan seng untuk atap dibuat tiang yang tinggi agar panasnya tidak begitu berpengaruh terhadap ternak (Suranto, 2003).
Berdasarkan dari hasil wawancara yang kami lakukan adalah kandang yang dimiliki pak Rapi di Desa Alebo, kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan terbuat dari kayu, atapnya dari genteng dan seng, dan lantainya terbuat dari semen. Dan luas dari kandang yang dimilki pak Rapi hanya berkisar panjang 7 meter dan lebar 4 meter. Sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk membuat kandang yaitu 3-4 juta karena pak Rapi hanya memanfaatkan atau mengambil kayu yang berada di hutan dan di sekitar rumahnya, hanya harga atap yang memerlukan biaya yang cukup mahal sehingga kandang yang dimiliki begitu sederhana.

V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil survey lapangan di desa Alebo Dusun III Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan sangatlah potensial untuk pengembangan sektor pertanian dan peternakan karena memiliki lahan yang cukup baik.
                       
5.2. Saran          
Saran yang dapat saya ajukan dalam praktikum ini adalah:
1.      sebaiknya praktikum di laksanakan di awal agar pembuatan laporannya bisa lebi baik lagi.
2.      Persiapan sebelum praktikum harus diperhatikan agar jadwalnya tidak molor sesuai dengan yang sudah di sepakati
                                                                                              













 
 
 
 
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar