Kamis, 09 Februari 2017

ILMU TERNAK POTONG “Hubungan Pertumbuhan Ternak dengan Jenis Kelamin dan Jenis Bangsa Ternak”



Makalah…!!!

ILMU TERNAK POTONG
“Hubungan Pertumbuhan Ternak dengan Jenis Kelamin dan Jenis Bangsa Ternak”


OLEH:

VINA EKA PRASETIA NUR AULIA ANISA
L1A1 14 059
B

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur di panjatkan kehadiran allah swt, yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga penulisan makalah tentang “Ilmu Ternak Potong”. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Hubungan Pertumbuhan Ternak dengan Jenis Kelamin dan Jenis Bangsa Ternak” yang telah diberikan oleh dosen kepada kami.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang saya peroleh  dari media elektronik (internet) yang berhubungan dengan “Hubungan Pertumbuhan Ternak dengan Jenis Kelamin dan Jenis Bangsa Ternak” Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah “Ilmu Ternak Potong” atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.
Akhir kata pengantar saya mengucapkan terima kasih karena telah berkenan membaca makalah ini. Semoga memberikan manfaat kepada kita semua. 






Kendari, 23, Maret  2016

penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1  Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah.......................................................................................... 2
1.3  Tujuan............................................................................................................. 2
BAB II ISI............................................................................................................ 3
2.1 Definisi Ilmu Ternak Potong........................................................................... 3
2.2    Mengidentifikasi Ternak yang akan di Potong.............................................. 3
2.3    Perlakuan Ternak Sebelum di Potong............................................................ 6
2.4    Teknik Pemotongan Ternak yang Baik dan Benar Di Indonesia................... 9
BAB III PENUTUP............................................................................................. 13
3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 13
Daftar Pustaka....................................................................................................... 14





BAB I
PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang

Ternak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dalam pemeliharaannya memiliki peranan yang tidak ternilai bagi kesejahteraan manusia, utamanya sebagai sumber pangan, sandang, pupuk, energy, serta produk-produk hasil ternak lainnya seperti; susu dan dagingnya sebagai pangan manusia. Hasil sampingan, seperti kulit, jeroan, tanduk, dan kotorannya juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia. Di sejumlah tempat, sapi juga dipakai sebagai penggerak alat transportasi, pengolahan lahan tanam (bajak), dan alat industri lain (seperti peremas tebu). Karena banyak kegunaan ini, sapi telah menjadi bagian dari berbagai kebudayaan manusia sejak lama.
Ternak sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok ruminansia terhadap produksi daging nasionalsehingga usaha ternak ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha yang menguntungkan. Suatu usaha peternakan agar dapat berkembang dengan baik dan maksimal tentunya perlu adanya pemeliharaan ternak secara baik dan layak, perawatan ternak dengan benar sehingga dapat berproduktivitas tinggi dan menguntungkan bagi kita. Pemeliharaan ternak potong dapat diawali dengan tindakan perawatan terhadap ternak misalnya handling, identifikasi, recording dan dehorning. Makalah ini bertujuan untuk mengulas bagaimana pemeliharaan ternak potong melalui berbagai tindakan perawatan berupa handling, identifikasi, recording, dan dehorning. Mengetahui cara handling, identifikasi, recording, dan dehorningdalam suatu usaha peternakan an manfaatnya bagi ternak.
Ternak potong di Indonesia terutama sapi dan kerbau sebagian besar masih dipelihara secara tradisional. Hal ini masih banyak dijumpai di daerah pedesaan. Pemeliharaan ternak potong masih bersifat sebagai usaha sambilan disamping usaha pokoknya sebagai petani. Ternak-ternak yang dipelihara biasanya disesuaikan dengan selera petani peternak, ada yang  menyukai memelihara sapi atau kerbau (ternak potong besar) untuk mendukung usaha pertaniannya, ada pula yang menyukai memelihara ternak kambing atau domba (ternak potong kecil) atau keduanya, sedangkan babi hanya dipelihara di daerah tertentu. Petani tradisional kebanyakan lebih memilih ternak dari bangsa lokal dibandingkan ternak impor atau luar. Sejauh ini ternak sapi yang dipelihara di desa berasal dari bangsa sapi PO (Peranakan Ongole) yang dikenal sebagai sapi-sapi putih. Ternak kerbau yang biasanya banyak dipelihara adalah kerbau lumpur.
Pertumbuhan ternak potong meliputi pertumbuhan pre natal dan post natal.  Pertumbuhan pre natal adalah pertumbuhan yang terjadi atau berlangsung di dalam kandungan induk dan pertumbuhan post natal adalah pertumbuhan yang terjadi atau berlangsung mulai ternak dilahirkan sampai mati. Fase pertumbuhan pada umur pedet, cempe berbeda dengan fase pertumbuhan pada ternak muda dan dewasa. Mempelajari konsep pertumbuhan pada ternak maka praktikan dapat mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memelihara sesuai dengan tujuan tertentu (pembesaran, penggemukan dan sebagainya).
Ternak potong dipelihara bertujuan untuk meningkatkan produksi daging sedangkan tenaganya dimanfaatkan untuk membantu para petani membajak sawah. Berdasarkan fungsi yang berbeda tersebut, maka kedua jenis ternak ini memiliki perototan yang berbeda pula. Ternak potong yang jarang digunakan untuk bekerja memiliki bentuk otot yang tidak begitu menonjol (tidak kentara) dibandingkan ternak kerja. Namun pada prinsipnya kedua ternak tersebut mempunyai susunan perototan yang tidak berbeda dan bentuk susunan otot atau perdagingan bisa diamati dengan jelas setelah ternak itu dipotong atau dikuliti. Praktikum ini dilaksanakan untuk menunjang mata kuliah ilmu ternak potong, sehingga mahasiswa dapat mempelajajari konsep pertumbuhan pada ternak potong. Mahasiswa juga diharapkan dapat mengetahui kapan waktu yang tepat untuk pemeliharaan sesuai dengan tujuan tertentu.

1.2.    Rumusan Masalah
   
Rumusan masalah penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.      Apa definisi dari pertumbuhan ternak
2.      Bagaiman hubungan pertumbuhan ternak dengan jenis kelamin
3.      Bagaiman hubungan pertumbuhan ternak dengan jenis bangsa ternak.
1.3.      Tujuan
                                                                       
Tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui defini dari pertumbuhan ternak
2.      Untuk mengetahui hubungan petumbuhan ternak dengan jenis kelamin
3.      Untuk mengetahui hubungan pertumbuhan ternak dengan jenis bangsa ternak.








BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Pertumbuhan
Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi, linier dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas. Pertumbuhan seekor ternak merupakan kumpulan dari pertumbuhan bagian-bagian komponennya. Pertumbuhan komponen-komponen tersebut berlangsung dengan kadar laju yang berbeda, sehingga perubahan ukuran komponen menghasilkan diferensiasi atau pembedaan karakteristik individual sel dan organ. Diferensiasi menghasilkan perbedaan morfologis atau kimiawi, misalnya perubahan sel-sel embrio menjadi sel-sel otot, tulang, hati, jantung, ginjal, otak, saluran pencernaan, organ reproduksi, dan alat pernafasan (Soeparno, 2005).
Kecepatan pertumbuhan otot, tulang, dan lemak berbeda-beda. Otot dan tulang mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tetap. Sejalan dengan meningkatnya bobot karkas, pertumbuhan tulang berjalan dengan kecepatan lambat, sementara otot tumbuh lebih cepat. Lemak mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda, awalnya pertumbuhan lemak sangat lambat tetapi pada saat memasuki fase penggemukan, pertumbuhannya meningkat dengan cepat. Tulang tumbuh lebih dulu, kemudian diikuti otot dan terkahir lemak. Persentase otot awalnya meningkat, kemudian saat fase penggemukan dimulai, persentase otot menurun, persentase lemak terus meningkat dan persentase tulang terus menurun (Berg dan Butterfield, 1968).
Pertumbuhan ternak potong meliputi pertumbuhan pre natal dan post natal.  Pertumbuhan pre natal adalah pertumbuhan yang terjadi atau berlangsung di dalam kandungan induk dan pertumbuhan post natal adalah pertumbuhan yang terjadi atau berlangsung mulai ternak dilahirkan sampai mati. Fase pertumbuhan pada umur pedet, cempe berbeda dengan fase pertumbuhan pada ternak muda dan dewasa. Mempelajari konsep pertumbuhan pada ternak maka praktikan dapat mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memelihara sesuai dengan tujuan tertentu (pembesaran, penggemukan dan sebagainya).
Persen laju pertumbuhan selalu menurun sepanjang hidup ternak, laju pertumbuhan tertinggi dicapai saat terjadinya pembuahan, meskipun laju pertumbuhannya sama, ternak yang lebih kecil tumbuh tiga kali lebih cepat bila perbandingan dibuat dalam persen laju pertumbuhan. Sebagai gambaran untuk memperjelas pernyataan tersebut disajikan data pertumbuhan sapi bobot 100 kg dan 300 kg dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang sama (1,0 kg).Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringanjaringan pembangun seperti urat daging, tulang, otak, jantung dan semua jaringan tubuh (kecuali jaringan lemak), serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut dikatakan pertumbuhan murni adalah penambahan dalam jumlah protein dan zatzat mineral, sedangkan pertambahan akibat penimbunan lemak atau air bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1984). Dalam pertumbuhan seekor hewan ada dua hal yang terjadi :
1. Bobot badannya meningkat sampai mencapai bobot badan dewasa yang disebut pertumbuhan.
2. Terjadinya perubahan konfirmasi dan bentuk tubuh serta berbagai fungsi dan kesanggupannya untuk melakukan sesuatu menjadi wujud penuh yang disebut perkembangan.
2.2. Pengaruh Pertumbuhan Ternak dengan Jenis Kelamin
Pertumbuhan dan perkembangan ternak berhubungan dengan faktor umur, jenis kelamin, dan bobot hidup. Ternak jantan pada umumnya lebih diprioritaskan sebagai  ternak  potong  karena  memiliki  laju  pertumbuhan  yang  lebih  cepat dari pada  betina,  sehingga  ternak  jantan  pada  umur  yang  sama  memiliki  berat badan lebih besar dari pada betina. Jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap performa produksi ternak. Hal ini  disebabkan  oleh  adanya  pengaruh  terhadap  tenunan  tubuh  yang  sekaligus mempengaruhi  pertumbuhan  maupun  persentase  karkas  ternak.  Hal  inilah  yang melatar belakangi dilakukannya  penelitian  pengaruh  jenis  kelamin  terhadap pertumbuhan ternak yang dipelihara Secara intensif.
Penampilan seekor ternak adalah hasil dari suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang berkesinambungan tanpa terhenti dalam seluruh hidup ternak tersebut.  Pertumbuhan  semua  hewan  pada  awalnya  lambat  dan  meningkat kemudian  lambat  pada  saat  hewan  mendekati  dewasa  tubuh.  Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor genetis atau faktor keturunan dan lingkungan seperti iklim dan manajemen pelaksanaan (Sugeng, 2002).
Tillman  dkk.,  (1998)  menambahkan  bahwa  pertumbuhan  mempunyai tahap–tahap  yang  cepat  dan  lambat.  Tahap  cepat  terjadi  pada  saat  lahir  sampai pubertas  dan  tahap  lambat  terjadi  pada  saat  kedewasaan  tubuh  telah  tercapai.
Aberle et al., (2001) menyatakan bahwa pertumbuhan dapat dinilai sebagai peningkatan  tinggi,  panjang,  ukuran  lingkar  dan  bobot  badan  yang  terjadi  pada seekor ternak muda yang sehat serta diberi pakan, minum dan mendapat tempat berlindung  yang  layak.  Untuk  mencapai  bobot  potong  yang  sama  ternak  betina membutuhkan waktu dan makanan yang lebih tinggi dibanding jantan. Lawrence dan Fowler (2002) menyatakan bahwa kurva pertumbuhan terdiri dari tiga bagian, yaitu  fase  percepatan,  diikuti  fase  linier  atau  pertumbuhan  yang  sangat  cepat dengan  waktu  yang  sangat  pendek  (dewasa  kelamin)  dan  berakhir  pada  fase perlambatan  yang  berangsur-angsur  menurun  sampai  hewan  mencapai  dewasa tubuh diilustrasikan dengan kurva berbentuk sigmoid.
Toilehere  (1981)  menyatakan  bahwa  pada  ternak  potong  faktor  penentu dalam  mencapai  produksi  daging  yang  optimal  adalah  bobot  badan  lahir  dan pertambahan  bobot  badan  harian.  Penampilan  dan  produksi  ternak  berupa  laju pertumbuhan  dan  pertambahan  bobot  badan  harian  merupakan  hasil  nyata  dari pengaruh genetik lingkungan (Astuti, 1985). Lebih lanjut dinyatakan bahwa faktor genetik  diperlukan  untuk  mengekspresikan  kemampuannya  secara  penuh  dalam produksi  sedangkan  lingkungan  merupakan  faktor  pendukung  yang  memberi kesempatan untuk berproduksi. Pertumbuhan  pada  hewan  merupakan  suatu  fenomena  universal  yang bermula  dari  sel  telur  yang  telah  dibuahi  dan  berlanjut  sampai  hewan  mencapai dewasa.  Pertumbuhan  dinyatakan  umumnya  dengan  pengukuran  kenaikan  bobot badan  yang  dengan  mudah  dilakukan  dengan  penimbangan  berulang-ulang  dan ditunjukkan  dengan  pertambahan  bobot  badan  tiap  hari  atau  per  satuan  waktu lainnya (Tillman dkk., 1998).
Tabel  1.  Keragaan  perubahan  berat  badan  kambing  Kacang  berdasarkan  status
Status Fisiologis Ternak
Berat Awal (kg/Ekor)
Berat Akhir (kg/Ekor)
Pertambahan Bobot Hidup Harian (gr/ekor/hari)
Dewasa ( >12 bulan )



Betina
24,3
29,6
26
Jantan
22,8
27,9
33
Muda ( 8-12 bulan )



Betina
14,3
19,0
26
Jantan
16,6
20,3
38
Anak ( < 8 bulan )



Betina
6,9
11,54
33
Jantan
6,8
12,42
32

Pertumbuhan yang cepat terjadi pada periode lahir hingga usia penyapihan dan puberitas  namun,  setelah usia puberitas hingga usia dewasa  (Tomaszeweska, 1933  dan  Manurung.  2008).  Potensi  pertumbuhan  ternak  ditentukan  oleh genetik  yang  dinyatakan  dalam  hubungan  hormonal  didalam  tubuh,  hal  tersebut mengakibatkan adanya perbedaan dalam tingkat  pertumbuhan dan  bobot dewasa yang dicapai (Bamualim dkk, 2002).
Beberapa hasil penelitian memperlihatkan bahwa ternak yang masih muda membutuhkan  lebih  sedikit  makanan  dibandingkan  yang  lebih  tua  untuk  setiap unit pertumbuhan bobot badannya. Salah satu faktornya antara lain pertambahan bobot  badan  hewan  muda  sebagian  disebabkan  oleh  pertumbuhan  otot-otot, tulang-tulang  dan  organ-organ  vital,  sedangkan  hewan  yang  lebih  tua  bobot badannya  disebabkan  karena  perletakan  (deposit)  lemak.  Lemak  mengandung sedikit  air  dan  lebih  banyak  energi  dibandingkan  dengan  unit  jaringan  tubuh lainnya (Parakkasi, 1999).  Lebih lanjut Bambang (2005) menjelaskan bahwa jika telah  mencapai  kedewasaan  dan  pertumbuhannya  telah  terhenti  tetapi  mereka mengalami perubahan maka perubahan tersebut  karena penimbunan lemak bukan pertumbuhan  murni.
Kay  dan  Housseman  (1975)  menyatakan  bahwa  hormon androgen  pada  hewan  jantan  dapat  merangsang  pertumbuhan  sehingga  hewan jantan  lebih  besar  dibandingkan  dengan  hewan  betina.  Ditambahkan  Parakkasi (1999) yaitu perbedaan tingkat  pertumbuhan dan bobot dewasa antara jantan dan betina memberi petunjuk bahwa hormon kelamin memegang peranan peting untuk merangsang  pertumbuhan  ruminan.  Penggunaan  estrogen-sintesis  pada  hewan kastrasi  dapat  meningkatkan  pertumbuhan  rata-rata  sebanyak  15%  dan  efisiensi penggunaan makanan sebanyak 10% selama fase akhir dari program finishing.
Dalam  peningkatan  tingkat  pertumbuhan  sapi  (ataupun  domba),  estrogen meningkatkan  konsentrasi  2  hormon  protein  yaitu  insulin  dan  hormon pertumbuhan.  Estrogen  menangkap  hipothalamus/pituatary  yang  selanjutnya meningkatkan  sekresi  hormon  pertumbuhan,  kelenjar  pituatary  bagian  anterior, meningkatkan  sekresi  hormon  pertumbuhan.  Selanjutnya  hormon  pertumbuhan meningkatkan  rata-rata  pertambahann  bobot  badan,  efisiensi  penggunaan makanan, pertambahan protein dan kadar insulin dan glukosa dalam plasma tetapi menurunkan pertumbuhan jaringan lemak (Parakkasi, 1999).
Ternak sapi jantan akan mempunyai pertumbuhan yang akan lebih cepat dari pada sapi betina karena adanya androgen yaitu suatu hormon kelamin yang termasuk sebagai hormon pengatur atau stimulan pertumbuhan. Androgen dihasilkan oleh sel-sel intertestial dan kelenjar adrenal dan salah satu dari steroid androgen adalah testosteron yang tinggi menyebabkan sekresi androgen yang tinggi pula. Hormon kelamin jantan ini mengakibatkan pertumbuhan yang lebih cepat pada ternak jantan dibandingkan dengan ternak betina, terutama setelah muncul sifat-sifat kelamin sekunder pada ternak jantan. Androgen juga menstimulasi sintesis protein terutama didalam otot dan penurunan kandungan lemak tubuh seperti halnya samatotropic hormone dan Gonadotropin hormone (Soeparno, 1994). Kebanyakan sapi jantan mempunyai bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan sapi betina pada umur yang sama, sebagai contoh sapi Simmental jantan dewasa mempunyai bobot badan 1100 kg sedangkan sapi Simmental betina dewasa hanya 800 kg (Sarwono dan arianto, 2003).
Konsumsi  pakan  adalah  kemampuan  ternak  untuk  menghabiskan  pakan yang tersedia secara  ad-libitum. Adapun rata-rata konsumsi pakan sapi Bali dengan  rata-rata  konsumsi  pakan  sapi  Bali  betina  yang berumur  2  tahun  memiliki  rata-rata  konsumsi  pakan  11,1%  dan  mencapai persentase dari berat badan awal yakni 8,1% serta sapi Bali betina yang berumur 1 tahun  memiliki rata-rata konsumsi pakan 7,6% dan persentase rumput dari  berat badan  awal  mencapai  8,0%  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  umur  dan  jenis kelamin  sapi  Bali  jantan  sehingga  dapat  diasumsikan  bahwa,  sapi  Bali  betina memiliki  tingkat  konsumsi  dan  palatabilitas  pakan  sangat  baik.  Selain  itu kebutuhan sapi Bali betina lebih tinggi dapat pula disebabkan karena selain untuk memenuhi  kebutuhan  hidupnya,  betina  juga  mempersiapkan  kebutuhan  nutrisi untuk  produktivitasnya.  Hal  ini  diperkuat  oleh  parakkasi,  (1999)  bahwa  tingkat pemberian  makanan  yang  cukup  bagi  calon  induk  muda  untuk  memenuhi kebutuhan  pertumbuhan  dan  kebuntingannya  sehingga  kebutuhan  nutrisi  dapat terpenuhi dan tidak bersaing dengan kebutuhan pertumbuhan induk muda Yudith, 2010.
2.3. Pengaruh Pertumbuhan Ternak dengan Jenis Bangsa Ternak
Proses pertumbuhan yang dialami ternak sapi mulai saat terjadinya pertumbuhan hingga pedet itu lahir, dan dilanjutkan sampai sapi menjadi dewasa. Selama proses pertumbuhan iniberlangsung, pertumbuhan saat pembuahan berlangsung lambat, kemudian menjadi agak cepat pada saat menjelang kelahiran. Sesudah pedet lahir pertumnuhan menjadi semakin cepat hingga usia penyapihan. Usia penyapihan hingga pubertas laju pertumbuhan masih bertahan pesat, akan tetapi dari usia pubertas hingga usia jual laju pertumbuhannya mulai menurun dan akan terus menurun hingga usia dewasa. Akhirnya pertumbuhannya terhenti.
Pertumbuhan tubuh secara keseluruhan adalah hasil dari pertumbuhan bagian-bagian tubuh yang berbeda-beda. Rangka atau tulang tubuh cepat dalam waktu yang singkat sesudah hewan dilahirkan yang kemudian turun lagi. Setelah itu baru diikuti pertumbuhan otot-otot dan terakhir adalah lemak. Penimbunan lemak terjadi sesudah hewan mencapai kedewasaan tubuh, yakni sesudah pertumbuhan jaringan tulang dan otot selesai. Kemudian diikuti pembentukan lemak. Oleh karena itu, sapi yang dipotong pada usia muda 1,5-2,5 tahun persentase dagingnya lebih tinggi sebab belum banyak tertimbun lemak (Sugeng, 2003).
Secara sederhana Butterfield (1988) mendefenisikan pertumbuhan sebagai terjadinya  perubahan  ukuran  tubuh  dalam  suatu  organisme  sebelum  mencapai dewasa,  sedangkan  perkembangan  adalah  produk  hasil  perbedaan  pertumbuhan dan  perkembangan  dari  masing-masing  bagian  tubuh  dari  suatu  organisme. Perubahan  ukuran  meliputi  perubuhan  bobot  hidup,  bentuk  dimensi  linier  dan komposisi  tubuh  termasuk  pula  perubahan  pada  komponen-komponen  tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ dalam serta komponen kimia terutama air, lemak, protein dan abu (Edey, 1983).
Pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya bangsa, jenis  kelamin,  makanan,  kesehatan,  umur  induk  dan  berat  lahir.  Jenis  kelamin memberikan  pengaruh  yang  nyata  terhadap  bobot  badan  anak  sapi  jantan lebih tinggi dibandingkan dengan betina pada umur  yang sama. Hasil penelitian Garantjang (2004) melaporkan bahwa rata-rata PBB anak sapi jantan sebesar 80,5 g/hari dan PBB anak betina sebesar 64,25 g/hari. Tingginya rata-rata  pertambahan  bobot  badan  anak  sapi  jantan  dibandingkan  dengan anak sapi betina pada semua tingkatan umur induk disebabkan karena jantan lebih  lincah  dalam  memperoleh  makanan  dan  air  susu  serta  pengaruh  hormon androgen yang terdapat pada jantan. Bobot tubuh ternak senantiasa berbanding lurus dengan tingkat konsumsi pakannya.  Makin  tinggi  bobot  tubuhnya,  maka  semakin  tinggi  pula  tingkat konsumsi  terhadap  pakan.  Bobot  badan  dapat  diketahui  dengan  penimbangan (Kartadisastra,  1997).
Pemilihan bangsa sapi berkaitan erat dengan  produk yang akan dihasilkan. Bangsa sapi yang mempunyai bobot badan yang tinggi akan menghasilkan pedet yang bobot lahirnya tinggi dan pertumbuhan absolutnya (pertambahan bobot badan dalam kg per hari) yang tinggi pula (Santosa, 2000). Seperti pada contoh pengaruh pertumbuhan ternak sapi terhadap jenis bangsa ternak, berat sapi ongole jantan dewasa dapat mencapai sekitar 600 kg dan yang betina sekitar 450 kg sedangkan berat sapi simmental betina mencapai 800 kg dan jantan 1150 kg dari contoh ini menunjukkan bahwa perbedaan dari jenis bangsa dapat menghasilkan bobot badan lahir pedet yang tinggi dan pertumbuhannya juga tinggi atau perkembangannya sangat pesat, semakin tinggi bobot badan induk dari jenis suatu bangsa ternak maka semakin tinggi pula pertumbuhannya. Hal ini sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan ternak (Sarwono dan Arianto, 2003).


















BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi, linier dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas.
2. Pengaruh pertumbuhan ternak dengan perbedaan jenis kelamin yaitu ternak sapi jantan akan mempunyai pertumbuhan yang akan lebih cepat dari pada sapi betina karena adanya androgen yaitu suatu hormon kelamin yang termasuk sebagai hormon pengatur atau stimulan pertumbuhan.
3. Pengaruh pertumbuhan ternak dengan jenis bangsa ternak yaitu bangsa sapi yang mempunyai bobot badan yang tinggi akan menghasilkan pedet yang bobot lahirnya tinggi dan pertumbuhan absolutnya (pertambahan bobot badan dalam kg per hari) yang tinggi pula.

Sumber :













Daftar Pustaka
Astuti, M. 1985. Efek Lokasi Petani Peternak dan Besar Kelompok  Ternak yang Dimiliki terhadap Variabilitas Domba di Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitan Universitas Gadjah Mada.
Bambang S. Y. 2005. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Bamualim, A. dan R. B. Wirdahayati. 2002.  Nutrition and management strategies to improve Bali cattle productivity in Nusa Tenggara. Proc. of an ACIAR Workshop  on  Strategies  to  Improve  Bali  Cattle  in  Eastern  Indonesia, Skripsi  Jurusan  Nutrisi  dan  Makanan  Ternak  Fakultas  Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Edey,  T.  N.  1983.  Lactation  Growth  and  Body  Composition.  In:  Edey  T.N.  ed. Tropical Sheep and Goat Produktion. Pp. 83-110. AUIDP. Canberra
Lawrence, W.G. and V.R, Fowler. 2002. Growth of Farm Animals. 2nd Ed. CABI Publishing. London
Manurung  L.  2008.  Analisi  ekonomi  uji  ransum  berbasis  pelepah  daun  sawit, lumpur  sawit  dan  jerami  padi  fermentasi  dengan  p hanerochate Chysosporium  Pada  Sapi  Peranakan  Ongole.  Departemen  Peternakan fakultas pertanian Universitas Sumatra Utara Medan. – Skripsi.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminansia. UI Press, Jakarta.  Hal 371-374.
Soeparno  .2005.  Ilmu  dan  Teknologi  Daging.  Cetakan  keempat.  Gadjah  Mada University Press, Yogyakarta.
Sugeng, B. 2002. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tillman,  A.  D.,  H.  Hartadi,  S.  Reksohadiprodjo,  S.  Prawirokusuma,  dan  S. Lebdosoekojo.  1998.  Ilmu  Makanan  Ternak  Dasar.  Gadjah  Mada University Press. Yogyakarta..
Toilehere. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.






ii

Tidak ada komentar:

Posting Komentar