Makalah..!!
SISTEM PERTANIAN
PETERNAKAN TERPADU
“Sistem Tiga
Strata”
Oleh:
Kelomok I
Kelas B
SUPARDI L1A1
10 064
AGUS SALIM L1A1
10 079
ROY SUSANTO L1A1
14 056
VINA EKA PRASETIA NUR AULIA ANISA L1 A1 14 059
WA HARMIATI L1A1
14 060
AHMAD FAISAL L1A1
14 089
JURUSAN
PETERNAKAN
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sebagian besar masyarakat di Indonesia dan
Asia Tenggara yang berprofesi sebagai petani pada umumnya adalah petani
peternak. Sistem usaha tani tanaman ternak tersebut sudah lama diterapkan di
berbagai wilayah di Asia Tenggara. Pentingnya peranan ternak di dalam system
usaha tani semakin diperhatikan tidak hanya oleh para peneliti pertanian dan
ekonomi di Indonesia, namun juga di berbagai negara Asia. Berbagai jenis ternak
telah lama digunakan dalam kegiatan usaha tani di pedesaan antara lain untuk
membajak lahan, transportasi hasil tani, dan sebagai penyedia pupuk untuk
produksi tanaman semusim. Sebagian besar penduduk Indonesia terkonsentrasi di
Jawa, Lampung, Bali dan Lombok, menyebabkan lahan yang tersedia untuk
peningkatan produksi pertanian, khususnya tanaman semusim sangat terbatas.
Pada musim kering hijauan pakan ternak
sangat terbatas, untuk mengatasi keterbatasan hijauan pakan ternak di musim
kering perlu diterapkan system tiga strata (STS). Tujuan system tiga
strata agar pakan ternak dapat tersedia sepanjang tahun. Dengan ini, manusia
mulai memperhatikan masalah kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertanian.
Istilah pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture),
keanekaragaman hayati (biodeversity), sistem pertanian terpadu (integrated
agriculture system), dan pertanian berkelanjutan dengan masukan teknologi
rendah mulai diperhatikan dan dikembangkan di banyak negara.
Ternak harus dikembangkan secara terpadu
karena merupakan bagian dari “pertanian organik”. Melalui pengolahan tanah yang
baik, dapat diketahui kebutuhan hara tanaman serta kondisi lingkungan dan
ekologi dapat diperbaiki dan dilindungi tanpa harus tergantung pada pupuk kimia
dan peptisida. Dengan demikian konsep system tiga strata (STS) dapat
diuji dari sudut keamanannya terhadap manusia, hewan, flora, dan fauna tanah.
Meningkatkan keragaman semua kehidupan, tetapi tetap harmonis dengan alam,
tanpa harus melakukan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dibuatlah
makalah yang berjudul system penanaman tiga strata.
1.2.Tujuan
Adapun tujuan dari makalah
ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui definisi tiga strata
2. Untuk mengetahui metode
penanaman system tiga strata
3. Untuk mengetahui
pembuatan, pemeliharaan dan pemotongan system tiga strata
4. Untuk mengetahui manfaat
system tiga strata
1.3.
Manfaat
Adapun manfaat dari makalah
ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui definisi tiga strata
2. Dapat mengetahui metode penanaman system
tiga strata
3. Dapat mengetahui pembuatan, pemeliharaan dan
pemotongan system tiga strata
4. Dapat mengetahui manfaat system tiga strata
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Defenisi Tiga Strata
Sistem tiga strata yang memiliki arti tiga tingkatan dan merupakan suatu cara penanaman
dan pemangkasan rumput, legumenosa, semak dan pohon, sehingga hijauan makanan
ternak tersedia sepanjang tahun. Pada waktu musim hujan sebagian besar sumber
pakan ternak adalah berasal dari rumput dan legumenosa (sebagai stratum satu). Sedangkan pada musim kering
sebagian besar hijauan makanan ternak berasal dari semak-semak (sebagai stratum
dua) dan pada akhir musim kering, sebagian besar hijauan makanan ternak berasal
dari pohon-pohon (sebagai stratum tiga). Sistem tiga strata ini pertama kali
dikembangkan di Bali oleh Prof. Dr. I Made Nitis. Satu unit STS,
hanya memerlukan luas lahan 2.500 meter persegi, yang terdiri dari 3 bagian:
bagian inti seluas 1.600 meter persegi, bagian selimut 900 meter persegi, dan
bagian paling pinggir mempunyai keliling 200 meter.
Bagian inti adalah lahan yang terletak di
tengah-tengah unit. Lahan ini tetap ditanami tanaman pangan seperti jagung,
kedele, ketela pohon atau tanaman industri lainnya seperti cengkeh, panili,
kelapa maupun kapok. Tata cara penanaman pada bagian inti ini adalah seperti
yang biasa dilakukan oleh petani. Bagian selimut adalah lahan yang berada
diantara bagian inti dan bagian pinggir. Pada Bagian selimut ini ditanami
rumput seperti bafel, urokloa dan panikum, serta legumenosa
seperti sentrosemia, stelo verano dan stelo skabra.
Bagian pinggir adalah bagian paling luar
yang sekaligus menjadi batas keliling dari satu unit STS. Pohon bunut, santan
dan waru ditanam pada jarak 5 meter di sekeliling unit tersebut. Di antara 2
pohon tersebut ditanami 50 gamal, dan diantara 2 pohon berikutnya ditanami
lamtoro atau akasia vilosa dengan jarak tanam 10
centimeter.
Dengan demikian setiap unit STS akan
dikelilingi pagar hidup yang terdiri atas 100 semak gamal dan 1.000 semak
lamtoro, yang merupakan stratum kedua. Sedangkan sebanyak 14 pohon bunut, 14
pohon santan dan 14 pohon waru merupakan stratum ketiga. Setelah semua jenis
pohon tersebut ditananam sesuai dengan masing-masing stratum-nya, maka setiap
2.500 meter persegi STS akan terdapat 1.600 meter persegi tanaman pangan atau
industri, 600 meter persegi rumput dan legumenosa, 2.000 semak dan 42 pohon.
Sistem tiga strata selain diterapkan pada lahan yang datar, bisa juga
diterapkan pada lahan yang mempunyai kemiringan tertentu, sepanjang bagian
bawah setiap terasnya ditanami semak-semak dengan jarak 1 meter serta rumput
dan legumenosa unggul selebar 1 meter, dimana pada bagian bawah teras
ini tidak ditanami pohon.
Sistem tiga strata biasanya diterapkan pada
pertanian lahan kering yang memiliki curah hujan kurang dari 1.500 mm per tahun
dengan 8 bulan musim kering, dan 4 bulan musim hujan, atau bisa juga pada
pertanian lahan kering dengan topografi yang datar ataupun miring, yang kurang
produktif untuk pertanian pangan. Lahan perkebunan yang mengintegrasikan ternak
ruminansia seperti sapi, kambing atau biri-biri juga cocok dengan sistem
ini. Demikian halnya pada lahan tidur atau lahan kritis.
Pendekatan pada sistem tiga strata adalah
keterpaduan antara sistem tiga strata dengan tanaman pangan atau tanaman
industri dan tanaman pakan ternak dalam pola sistem tiga strata tersebut.
Ketiga stratum (lapis) yang ada dalam unit sistem tiga strata, masing – masing
punya peran atau fungsi tertentu. Stratum dua dan stratum tiga berfungsi
sebagai pagar hidup, sehingga ternak sukar mengganggu tanaman pangan atau
industri di dalam unit sistem tiga strata, dan sebagai penahan angin kencang
yang dapat merusak tanaman pangan. Stratum satu berperan sebagai lahan penyedia
makanan bagi ternak, sehingga menghalangi ternak merusak tanaman pangan kalau
pagar (stratum dua) ditembus oleh ternak. Ternak tidak usah digembalakan karena
sistem tiga strata telah menyediakan makanan yang cukup. Petani, setiap hari
pergi ke ladang menjenguk tanaman palawija seperti jagung, kedele dan ketela
pohon sehingga sistem tiga strara secara tidak langsung ikut terawasi. Jerami
palawija merupakan tanaman ternak cadangan dalam kemarau panjang. Gulma dibawah
tanaman dan daun tanaman penyangga tanaman industri merupakan makanan ternak,
memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari dan menambah penghasilan petani.
Memangkas daun tanaman sistem tiga strata untuk ternak sehingga tidak menaungi
tanaman disekitarnya, tidak menyebabkan erosi karena ternak dikandangkan dan
tidak digembalakan pada lahan miring, memberikan rabuk kandang yang
nilainyalebih baik dari pada pupuk hijau, ternak menyediakan tenaga kerja dan
menambah penghasilan petani.
2.2.
Metode Penanaman Sistem Tiga Strata
Metode yang digunakan
dalam penanaman dengan sistem tiga strata adalah sebagai berikut :
Stratum pertama terdiri
dari tanaman rumput potongan dan legume herbal atau menjalar yang disediakan
bagi ternak pada musim penghujan. Stratum kedua terdiri dari tanaman yang
disediakan bagi ternak apabila rumput sudah mulai berkurang produksinya pada
awal musim kemarau. Stratum tiga terdiri dari legume pohon yang dapat dimanfaatkan
untuk berbagai fungsi. Pola penanaman melalui sistem tiga strata atau
pertanaman lorong dapat dikembangkan sebagai suatu cara untuk tetap dapat
tersedia sepanjang tahun. Pola ini, telah berhasil meningkatkan penyediaan
pakan ternak dan bahkan meningkatkan produksi ternak serta mengurangi erosi
tanah. Lahan yang kurang subur yang diintegrasikan dengan STS dapat
ditingkatkan dengan bintil-bintil nitrogen dari nodulasi akar tanaman
leguminosa, pupuk hijau, dan pupuk kandang. Karenanya, lahan yang subur dipakai
untuk tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Rumput, semak, dan pohon ditanam
sebagai pagar dari tanaman palawija ataupun tanaman perkebunan terutama pada
lahan sempit.
Ø Luas Lahan dan Bagian-Bagian STS
Satu unit STS, hanya memerlukan luas lahan 2.500 meter persegi, yang
terdiri dari 3 bagian: bagian inti seluas 1.600 meter persegi, bagian selimut 900 meter persegi, dan bagian paling pinggir mempunyai keliling 200 meter.
Bagian inti adalah lahan yang terletak di tengah-tengah unit. Lahan ini
tetap ditanami tanaman pangan seperti jagung, kedele, ketela pohon dan
sebagainya. Bagian selimut adalah lahan yang berada diantara bagian inti dan bagian
pinggir. Pada Bagian selimut ini ditanami rumput seperti king grass, cipelang dan panikum, serta legumenosa seperti lamtoro, turi dan gamal. Bagian pinggir adalah bagian paling luar yang sekaligus menjadi batas
keliling dari satu unit STS. Pohon angsana, mahoni dan kabesak ditanam pada jarak 5 meter di sekeliling unit tersebut. Di antara 2 pohon
tersebut ditanami 50 gamal, dan diantara 2 pohon berikutnya ditanami lamtoro
atau akasia vilosa dengan jarak tanam 10 cm.
Ketiga stratum
(lapis) yang ada dalam unit STS, masing-masing punya peran atau fungsi tertentu yakni Stratum II & III berfungsi sebagai pagar hidup, penahan
angin dan dapat menahan laju aliran air hujan sehingga
kesuburan tanah dapat dipertahankan. Stratum satu berperan sebagai lahan penyedia makanan bagi ternak, sehingga
menghalangi ternak merusak tanaman pangan kalau pagar (stratum dua) ditembus
oleh ternak.
Ø Penerapan Sistem
Tiga Strata (STS)
Penerapan system tiga strata (STS) yaitu :
1.
Pada pertanian
lahan kering yang curah hujannya kuran dari 1.500 mm pertahun dengan 8 bulan
musim kemarau dan 4 bulan musim hujan.
2.
Pada pertanian lahan
kering yang tofografinya datar atau miring yang kurang produktif untuk
pertanian pangan atau tanaman industri.
Ø Peranan Sistem Tiga
Strata (STS)
1. Stratum 2 dan 3
merupakan pagar hidup sehingga ternak sukar mengganggu tanaman pangan didalam
unit STS tersebut.
2. Stratum 2 dan 3
menahan angin yang kencang yang dapat merusak tanaman pangan.
3. Stratum 1
menyediakan makanan, sehingga menghalangi ternak merusak tanaman pangan jika
menembus pagar hidup (stratum 2 dan 3).
4. Pada lahan miring
stratum 1 menahan lajunya air hujan sehingga mengurangi hanyutnya tanah oleh
air hujan.
5. Ternak tidak perlu
digembalakan karena STS telah menyediakan makanan yang cukup.
2.3.
Pembuatan, Pemeliharaan dan Pemotongan Sistem Tiga Strata (STS)
2.3.1. Lahan
a. Lahan yang
digunakan untuk STS adalah lahan datar dan lahan miring yang sedang/masih
ditanami, lahan tidur maupun lahan kritis.
b. Bentuk lahan disesuaikan dengan lahan yang dimiliki petani.
c. Lahan mulai dibajak pada musim kemarau dan dibiarkan istirahat sehingga
gulma tumbuh, pada awal musim hujan lahan dibajak lagi untuk membunuh gulma
sehingga lahan siap ditanami.
2.3.2. Cara Penanaman
·
Cara penanaman stratum 1 :
1. Biji Leguminosa
Stylo scabra dan Stylo verano harus digosok dengan kertas amplas sampai bersih
agar dapat berkecambah, jika tidak digosok dengan kertas amplas kecambahnya
pada tahun pertama agak rendah.
2. Biji rumput Bafel,
Urokloa dan Panicum dan biji Leguminosa Centrosema harus direndam dalam air
panas selama 15 menit agar cepat berkecambah, sehabis direndam biji-bijian
tersebut harus langsung ditanam.
3. Stylo scabra
dan Centrosema ditanam bersama-sama karena Stylo skabra merupakan pejantan bagi
Centrosema.
4. Selimut pada bagian bawah ditanami campuran rumput dan
leguminosa.
5. Penanaman dilakukan
setelah berturut-turut 3 hari hujan atau dalam permukaan tanah yang basah 3-5
cm.
6. Setelah selesai
menanam maka biji rumput dan leguminosa harus ditutupi dengan tanah dengan
menaruh pelepah kelapa yang masih memilik daun atau cabang daun-daunan lainnya
diatas permukaan petak penanaman.
7. Penanaman dilakukan
segera, sesudah (1-2 minggu) atau bersamaan dengan penanaman pangan.
· Cara penanaman
stratum 2 :
1. Stek semak
sepanjang 1 - 1,5 m dengan diameter 3 - 4 cm ditanam sedalam 25 cm dengan jarak
10 cm diantara 2 pohon. Ditanam pada awal musim hujan.
2. Biji semak ditanam
pada larikan yang telah tersedia diantara 2 pohon. Sebelum ditanam sebaiknya
direndam dengan menggunakan air dingin selama 24 jam kemudiaan ditanam sedalam
5 cm dengan jarak 10 cm. Penanaman dilakukan pada awal musim hujan.
3. Stek semak harus dijepit dengan bambu untuk mencegah rebahnya
stek semak.
·
Cara penanaman stratum 3 :
1. Stek pohon
sepanjang 2 -2,5 cm dengan diameter 5 – 10 cm ditanam pada lubang yang telah
tersedia baik secara berurutan atau selang-seling.
2. Stek pohon harus ditanam pada permulaan musim hujan.
3. Sesudah stek dimasukkan, lubang harus ditutupi dengan tanah
dan dipadatkan.
2.3.3. Pemeliharaan
1) Penyemprotan insektisida
perlu dilakukan bila tanaman terserang hama dan penyakit.
2) Tanaman liar pada
selimut tidak perlu dicabut karena akan mati dengan sendirinya pada waktu musim
kering.
3) Untuk menjaga
produksi tetap optimal lahan yang sudah kosong ditanami kembali.
2.3.4. Cara Pemotongan
1) Musim penghujan : sebagian besar
tanama stratum satu
2) Pertengahan musim kemarau : sebagian
besar tanaman stratum dua
3) Akhir musim kemarau : sebagian besar
tanaman stratum tiga
2.4. Manfaat Sistem Tiga Strata (STS)
a) Meningkatkan persediaan dan mutu hijauan makanan ternak
Setiap unit STS terdapat 9 are rumput dan leguminosa,
2.000 semak dan 42 pohon. Dengan demikian, setiap unit STS akan meningkatkan
persediaan hijauan sebesar 48 persen. Daun legumenosa sentrosema, stelo
skabra dan steloverano pada stratum satu; daun gamal, akasia
velosa dan lamtoro pada stratum dua mengandung protein 18–25 persen. Secara
keseluruhan untuk tiap unit, mutu pakan hijauan kan meningkat 10–15 persen
(Hasnudi dkk, 2004).
b) Menyediakan hijauan sepanjang tahun
Dengan memotong stratum satu pada musim
hujan, stratum dua pada pertengahan musim kering dan stratum tiga pada akhir
musim kering, maka akan tersedia hijauan makanan ternak sepanjang tahun.
c) Mempercepat pertumbuhan dan reproduksi ternak
Karena mutu hijauan meningkat maka sapi
jantan tumbuh 13 persen lebih cepat. Sapi jantan yang tumbuh lebih cepat,
menyebabkan waktu pencapaian berat ekspor 375 kg lebih cepat 12 persen. Sapi
betina bertambah beratnya hingga 81 persen dan interval birahinya lebih cepat 31
persen, frekuensi birahi menjadi 69 persen lebih sering, berat anak lahir 12
persen. lebih besar, dan berat anak waktu disapih 18 persen lebih besar.
Di samping itu, STS juga mengurangi waktu
memelihara ternak. Karena pakan selalu tersedia, maka ternak tidak perlu
digembalakan lagi. Sehingga waktu yang digunakan untuk mengembala selama 20–25
menit per harinya dapat digunakan untuk kegiatan lainnya, seperti memelihara
ayam, lebah madu, beternak bekicot atau kerja sosial di desa.
d) Meningkatkan daya tampung
Dengan banyaknya persediaan hijauan makanan
ternak, maka ternak yang dipelihara bisa bertambah banyak. Satu unit STS dapat
menampung satu ekor sapi dengan berat 375 kilogram atau 6 ekor kambing dengan
berat 60 kilogram.
e) Meningkatkan kesuburan tanah
Pada sistem peternakan tradisional, sapi
digembalakan pada waktu siang hari, sehingga kotorannya tersebar tidak teratur.
Sedangkan STS, sapi dikandangkan sehingga kotorannya dapat disebarkan merata
pada lahan yang ditentukan. Akar-akar sentrosema, stelo verano, stelo
skabra, gamal, lamtoro dan akasia vilosa mengandung bintil-bintil
nitrogen, yang dapat melepaskan nitrogen untuk tanaman di sekitarnya. Sedangkan
akar dan daun rumput, semak dan pohon yang melapuk juga bisa meningkatkan humus
tanah.
f) Mengurangi erosi
Bagian selimut dan pinggir dari STS dapat
menahan air hujan di atas tanah sehingga tidak mengalir dengan deras. Dengan
demikian tanah dan batu-batu kecil tidak dihanyutkan oleh air, sehingga erosi
pada tanah miring dapat dikurangi sebesar 45 persen.
g) Menyediakan kayu api dan kayu keras
Setiap pemangkasan semak ataupun pepohonan,
daun-daunnya bisa digunakan untuk pakan ternak sedangkan cabang-cabangnya
dikeringkan untuk dijadikan kayu bakar. Satu unit STS mampu menyediakan kayu
bakar sebanyak 1,6–4,2 ton per tahun. Di samping itu, semak maupun pohon
merupakan tanaman keras (berkayu) yang baik untuk pagar permanen.
h) Menyediakan bibit untuk perluasan STS
Cabang-cabang semak dan pohon yang baik
dapat dijadikan stek, rumput dan legumenosa dapat disapih, atau yang
meluas ke bagian inti dapat dicabuti untuk membuat STS yang baru. Pada tahun
ketiga, setiap unit STS dapat dikembangkan menjadi 1–2 STS lagi.
i)
Merangsang timbulnya kegiatan
penunjang
Rumput dan legumenosa pada stratum
satu, semak pada stratum dua, dan pohon pada stratum tiga berbunga secara
bergantian. Bunga ini menyediakan tepung sari dan nektar untuk
peternakan lebah madu. Biji rumput dan legumenosa yang jatuh serta rayap
yang tersembunyi pada daun gamal yang melapuk diatas tanah merupakan sumber tenaga,
protein nabati dan protein hewani untuk ayam kampung yang berkeliaran pada STS
tersebut Daun segar merupakan sumber vitamin dan mineral, dan adanya daun semak
maupun pohon memungkinkan tersedianya bibit bekicot untuk dipelihara secara
intensif (dalam bak). Daun semak dan pohon itu dapat dipetik sebagai sumber
makanan bekicot. Dengan diambilnya
bekicot untuk diternakkan, maka dapat dicegah hama pada
palawija. Jadi, secara tidak langsung, pendapatan petani menjadi 36 persen
lebih banyak.
j)
Menambah kehijauan dan keindahan
lingkungan
Dengan adanya rumput, semak dan pohon yang
dipangkas secara teratur dan terarah, maka lahan-lahan miring akan menghijau
sepanjang tahun. Pada waktu musim kering, bagian inti yang palawija sudah
dipanen, serta bagian selimut dan bagian pinggir yang tetap menghijau, akan
nampak seperti cermin dengan bingkai hijau dari tempat ketinggian.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam
pembuatan makalah ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Sistem tiga strata yang memiliki arti tiga tingkatan dan merupakan suatu cara penanaman
dan pemangkasan rumput, legumenosa, semak dan pohon, sehingga hijauan makanan
ternak tersedia sepanjang tahun.
2. Metode
yang digunakan dalam penanaman dengan sistem tiga strata adalah memiliki 3
stratum, yaitu stratum pertama atau bagian inti terdiri dari tanaman rumput
potongan dan legume herba atau menjalar yang disediakan bagi ternak pada musim
penghujan dan dapat juga di tanami dengan tanaman pangan. Stratum kedua terdiri
dari tanaman yang disediakan bagi ternak apabila rumput sudah mulai berkurang
produksinya pada awal musim kemarau seperti jenis legume rambat dan berbagai
jenis rumput. Stratum tiga terdiri dari legume pohon dan tanaman keras
seperti pohon yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai fungsi.
4) Pembuatan,
penanaman dan pemotongan pada system tiga strata di awali dengan penyiapan atau
pemilihan lahan, di lanjutkan dengan penanaman stratum 1 sampai 3, pemeliharaan
dilakukan dengan penyemprotan dan pemotongan dilakukan secara bertahap pada musim penghujan sebagian besar
tanaman stratum satu pertengahan musim
kemarau sebagian besar tanaman stratum
dua dan akhir musim kemarau sebagian besar tanaman stratum tiga.
5) Manfaat
dari system tiga strata adalah meningkatkan persediaan dan mutu
hijauan makanan ternak, menyediakan hijauan sepanjang tahun, mempercepat
pertumbuhan dan reproduksi ternak, meningkatkan daya tampung, meningkatkan
kesuburan tanah, mengurangi erosi, menyediakan kayu api dan kayu keras, menyediakan
bibit untuk perluasan STS, merangsang timbulnya kegiatan penunjang, dan
menambah kehijauan dan keindahan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, S.
Pedoman Teknis Perluasan Areal Kebun Hijauan Makanan Ternak.Kementrian
Pertanian, Jakarta.
Azmi dan
Gunawan. 2007. Penanaman dengan System Tiga Strata. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Bengkulu, Bengkulu. Seminar NasionalTeknologi Peternakan dan Veteriner.
Hal:523-531.
Hasnudi., S.
Umar., dan I. Sembiring. 2004. Manfaat
dari Penanaman dengan menggunakan System Tiga Strata. Jurusan Peternakan, FakultasPertanian,
Universitas Sumatera Utara.
Nitis,
I., K. Lana., dan A. W. Puger. 2000. Pengembangan
tanaman dengan menggunakav system tiga strata. Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Hal: 44-52.
Purwanto I.
2007. Mengenal Lebih Dekat Leguminoseae. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Utomo, R. 1988. Hijauan Makanan
Ternak dan Pengawetan. Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar