Minggu, 11 Juni 2017

Makalah SISTEM PERTANIAN PETERNAKAN TERPADU “Sistem Tiga Strata”





Makalah..!!
SISTEM PERTANIAN PETERNAKAN TERPADU
“Sistem Tiga Strata”



Oleh:
Kelomok I
Kelas B
SUPARDI                                                                  L1A1 10 064
AGUS SALIM                                                          L1A1 10 079
ROY SUSANTO                                                       L1A1 14 056
VINA EKA PRASETIA NUR AULIA ANISA    L1 A1 14 059
WA HARMIATI                                                       L1A1 14 060
AHMAD FAISAL                                                    L1A1 14 089

                                     

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagian besar masyarakat di Indonesia dan Asia Tenggara yang berprofesi sebagai petani pada umumnya adalah petani peternak. Sistem usaha tani tanaman ternak tersebut sudah lama diterapkan di berbagai wilayah di Asia Tenggara. Pentingnya peranan ternak di dalam system usaha tani semakin diperhatikan tidak hanya oleh para peneliti pertanian dan ekonomi di Indonesia, namun juga di berbagai negara Asia. Berbagai jenis ternak telah lama digunakan dalam kegiatan usaha tani di pedesaan antara lain untuk membajak lahan, transportasi hasil tani, dan sebagai penyedia pupuk untuk produksi tanaman semusim. Sebagian besar penduduk Indonesia terkonsentrasi di Jawa, Lampung, Bali dan Lombok, menyebabkan lahan yang tersedia untuk peningkatan produksi pertanian, khususnya tanaman semusim sangat terbatas.
Pada musim kering hijauan pakan ternak sangat terbatas, untuk mengatasi keterbatasan hijauan pakan ternak di musim kering  perlu diterapkan system tiga strata (STS). Tujuan system tiga strata agar pakan ternak dapat tersedia sepanjang tahun. Dengan ini, manusia mulai memperhatikan masalah kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertanian. Istilah pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture), keanekaragaman hayati (biodeversity), sistem pertanian terpadu (integrated agriculture system), dan pertanian berkelanjutan dengan masukan teknologi rendah mulai diperhatikan dan dikembangkan di banyak negara.
Ternak harus dikembangkan secara terpadu karena merupakan bagian dari “pertanian organik”. Melalui pengolahan tanah yang baik, dapat diketahui kebutuhan hara tanaman serta kondisi lingkungan dan ekologi dapat diperbaiki dan dilindungi tanpa harus tergantung pada pupuk kimia dan peptisida.  Dengan demikian konsep system tiga strata (STS) dapat diuji dari sudut keamanannya terhadap manusia, hewan, flora, dan fauna tanah. Meningkatkan keragaman semua kehidupan, tetapi tetap harmonis dengan alam, tanpa harus melakukan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dibuatlah makalah yang berjudul system penanaman tiga strata.
1.2.Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi tiga strata
2. Untuk mengetahui metode penanaman system tiga strata
3. Untuk mengetahui pembuatan, pemeliharaan dan pemotongan system tiga strata
4. Untuk mengetahui manfaat system tiga strata
1.3. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Dapat mengetahui definisi tiga strata
2.      Dapat mengetahui metode penanaman system tiga strata
3.      Dapat mengetahui pembuatan, pemeliharaan dan pemotongan system tiga strata
4.      Dapat mengetahui manfaat system tiga strata
















BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Defenisi Tiga Strata
            Sistem tiga strata yang memiliki arti tiga tingkatan dan merupakan suatu cara penanaman dan pemangkasan rumput, legumenosa, semak dan pohon, sehingga hijauan makanan ternak tersedia sepanjang tahun. Pada waktu musim hujan sebagian besar sumber pakan ternak adalah berasal dari rumput dan legumenosa (sebagai stratum satu). Sedangkan pada musim kering sebagian besar hijauan makanan ternak berasal dari semak-semak (sebagai stratum dua) dan pada akhir musim kering, sebagian besar hijauan makanan ternak berasal dari pohon-pohon (sebagai stratum tiga). Sistem tiga strata ini pertama kali dikembangkan di Bali oleh Prof. Dr. I Made Nitis. Satu unit STS, hanya memerlukan luas lahan 2.500 meter persegi, yang terdiri dari 3 bagian: bagian inti seluas 1.600 meter persegi, bagian selimut 900 meter persegi, dan bagian paling pinggir mempunyai keliling 200 meter.
Bagian inti adalah lahan yang terletak di tengah-tengah unit. Lahan ini tetap ditanami tanaman pangan seperti jagung, kedele, ketela pohon atau tanaman industri lainnya seperti cengkeh, panili, kelapa maupun kapok. Tata cara penanaman pada bagian inti ini adalah seperti yang biasa dilakukan oleh petani. Bagian selimut adalah lahan yang berada diantara bagian inti dan bagian pinggir. Pada Bagian selimut ini ditanami rumput seperti bafel, urokloa dan panikum, serta legumenosa seperti sentrosemia, stelo verano dan stelo skabra.
Bagian pinggir adalah bagian paling luar yang sekaligus menjadi batas keliling dari satu unit STS. Pohon bunut, santan dan waru ditanam pada jarak 5 meter di sekeliling unit tersebut. Di antara 2 pohon tersebut ditanami 50 gamal, dan diantara 2 pohon berikutnya ditanami lamtoro atau akasia vilosa dengan jarak tanam 10 centimeter.
Dengan demikian setiap unit STS akan dikelilingi pagar hidup yang terdiri atas 100 semak gamal dan 1.000 semak lamtoro, yang merupakan stratum kedua. Sedangkan sebanyak 14 pohon bunut, 14 pohon santan dan 14 pohon waru merupakan stratum ketiga. Setelah semua jenis pohon tersebut ditananam sesuai dengan masing-masing stratum-nya, maka setiap 2.500 meter persegi STS akan terdapat 1.600 meter persegi tanaman pangan atau industri, 600 meter persegi rumput dan legumenosa, 2.000 semak dan 42 pohon. Sistem tiga strata selain diterapkan pada lahan yang datar, bisa juga diterapkan pada lahan yang mempunyai kemiringan tertentu, sepanjang bagian bawah setiap terasnya ditanami semak-semak dengan jarak 1 meter serta rumput dan legumenosa unggul selebar 1 meter, dimana pada bagian bawah teras ini tidak ditanami pohon.
Sistem tiga strata biasanya diterapkan pada pertanian lahan kering yang memiliki curah hujan kurang dari 1.500 mm per tahun dengan 8 bulan musim kering, dan 4 bulan musim hujan, atau bisa juga pada pertanian lahan kering dengan topografi yang datar ataupun miring, yang kurang produktif untuk pertanian pangan. Lahan perkebunan yang mengintegrasikan ternak ruminansia seperti sapi, kambing atau biri-biri juga cocok dengan sistem ini. Demikian halnya pada lahan tidur atau lahan kritis.
Pendekatan pada sistem tiga strata adalah keterpaduan antara sistem tiga strata dengan tanaman pangan atau tanaman industri dan tanaman pakan ternak dalam pola sistem tiga strata tersebut. Ketiga stratum (lapis) yang ada dalam unit sistem tiga strata, masing – masing punya peran atau fungsi tertentu. Stratum dua dan stratum tiga berfungsi sebagai pagar hidup, sehingga ternak sukar mengganggu tanaman pangan atau industri di dalam unit sistem tiga strata, dan sebagai penahan angin kencang yang dapat merusak tanaman pangan. Stratum satu berperan sebagai lahan penyedia makanan bagi ternak, sehingga menghalangi ternak merusak tanaman pangan kalau pagar (stratum dua) ditembus oleh ternak. Ternak tidak usah digembalakan karena sistem tiga strata telah menyediakan makanan yang cukup. Petani, setiap hari pergi ke ladang menjenguk tanaman palawija seperti jagung, kedele dan ketela pohon sehingga sistem tiga strara secara tidak langsung ikut terawasi. Jerami palawija merupakan tanaman ternak cadangan dalam kemarau panjang. Gulma dibawah tanaman dan daun tanaman penyangga tanaman industri merupakan makanan ternak, memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari dan menambah penghasilan petani. Memangkas daun tanaman sistem tiga strata untuk ternak sehingga tidak menaungi tanaman disekitarnya, tidak menyebabkan erosi karena ternak dikandangkan dan tidak digembalakan pada lahan miring, memberikan rabuk kandang yang nilainyalebih baik dari pada pupuk hijau, ternak menyediakan tenaga kerja dan menambah penghasilan petani.
2.2. Metode Penanaman Sistem Tiga Strata
Metode yang digunakan dalam penanaman dengan sistem tiga strata adalah sebagai berikut :


Stratum pertama terdiri dari tanaman rumput potongan dan legume herbal atau menjalar yang disediakan bagi ternak pada musim penghujan. Stratum kedua terdiri dari tanaman yang disediakan bagi ternak apabila rumput sudah mulai berkurang produksinya pada awal musim kemarau. Stratum tiga terdiri dari legume pohon  yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai fungsi. Pola penanaman melalui sistem tiga strata atau pertanaman lorong dapat dikembangkan sebagai suatu cara untuk tetap dapat tersedia sepanjang tahun. Pola ini, telah berhasil meningkatkan penyediaan pakan ternak dan bahkan meningkatkan produksi ternak serta mengurangi erosi tanah. Lahan yang kurang subur yang diintegrasikan dengan STS dapat ditingkatkan dengan bintil-bintil nitrogen dari nodulasi akar tanaman leguminosa, pupuk hijau, dan pupuk kandang. Karenanya, lahan yang subur dipakai untuk tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Rumput, semak, dan pohon ditanam sebagai pagar dari tanaman palawija ataupun tanaman perkebunan terutama pada lahan sempit.
Ø  Luas Lahan dan Bagian-Bagian  STS
Satu unit STS, hanya memerlukan luas lahan 2.500 meter persegi, yang terdiri dari 3 bagian: bagian inti seluas 1.600 meter persegi, bagian selimut 900 meter persegi, dan bagian paling pinggir mempunyai keliling 200 meter.
Bagian inti adalah lahan yang terletak di tengah-tengah unit. Lahan ini tetap ditanami tanaman pangan seperti jagung, kedele, ketela pohon dan sebagainya. Bagian selimut adalah lahan yang berada diantara bagian inti dan bagian pinggir. Pada Bagian selimut ini ditanami rumput seperti king grass, cipelang dan panikum, serta legumenosa seperti lamtoro, turi dan gamal. Bagian pinggir adalah bagian paling luar yang sekaligus menjadi batas keliling dari satu unit STS. Pohon angsana, mahoni dan kabesak ditanam pada jarak 5 meter di sekeliling unit tersebut. Di antara 2 pohon tersebut ditanami 50 gamal, dan diantara 2 pohon berikutnya ditanami lamtoro atau akasia vilosa dengan jarak tanam 10 cm.
Ketiga stratum (lapis) yang ada dalam unit STS, masing-masing punya peran atau fungsi tertentu yakni  Stratum II & III berfungsi sebagai pagar hidup, penahan angin dan dapat menahan laju aliran air hujan sehingga kesuburan  tanah dapat dipertahankan. Stratum satu berperan sebagai lahan penyedia makanan bagi ternak, sehingga menghalangi ternak merusak tanaman pangan kalau pagar (stratum dua) ditembus oleh ternak.


Ø  Penerapan Sistem Tiga Strata (STS)
Penerapan system tiga strata (STS) yaitu :
1.      Pada pertanian lahan kering yang curah hujannya kuran dari 1.500 mm pertahun dengan 8 bulan musim kemarau dan 4 bulan musim hujan.
2.      Pada pertanian lahan kering  yang tofografinya datar atau miring yang kurang produktif untuk pertanian pangan atau tanaman industri.
Ø  Peranan Sistem Tiga Strata (STS)
1.     Stratum 2 dan 3 merupakan pagar hidup sehingga ternak sukar mengganggu tanaman pangan didalam unit STS tersebut.
2.     Stratum 2 dan 3 menahan angin yang kencang yang dapat merusak tanaman pangan.
3.     Stratum 1 menyediakan makanan, sehingga menghalangi ternak merusak tanaman pangan jika menembus pagar hidup (stratum 2 dan 3).
4.     Pada lahan miring stratum 1 menahan lajunya air hujan sehingga mengurangi hanyutnya tanah oleh air hujan.
5.     Ternak tidak perlu digembalakan karena STS telah menyediakan makanan yang cukup.
2.3.   Pembuatan, Pemeliharaan dan  Pemotongan Sistem Tiga Strata (STS)
2.3.1.      Lahan
a. Lahan yang digunakan untuk STS adalah lahan datar dan lahan miring yang sedang/masih ditanami, lahan tidur maupun lahan kritis.
b.  Bentuk lahan disesuaikan dengan lahan yang dimiliki petani.
c.  Lahan mulai dibajak pada musim kemarau dan dibiarkan istirahat sehingga gulma tumbuh, pada awal musim hujan lahan dibajak lagi untuk membunuh gulma sehingga lahan siap ditanami.
2.3.2. Cara Penanaman
·         Cara penanaman stratum 1 :
1.  Biji Leguminosa Stylo scabra dan Stylo verano harus digosok dengan kertas amplas sampai bersih agar dapat berkecambah, jika tidak digosok dengan kertas amplas kecambahnya pada tahun pertama agak rendah.
2.   Biji rumput Bafel, Urokloa dan Panicum dan biji Leguminosa Centrosema harus direndam dalam air panas selama 15 menit agar cepat berkecambah, sehabis direndam biji-bijian tersebut harus langsung ditanam.
3.  Stylo sc­­­­­­­­abra dan Centrosema ditanam bersama-sama karena Stylo skabra merupakan pejantan bagi Centrosema.
4.  Selimut pada bagian bawah ditanami campuran rumput dan leguminosa.
5. Penanaman dilakukan setelah berturut-turut 3 hari hujan atau dalam permukaan tanah yang basah 3-5 cm.
6. Setelah selesai menanam maka biji rumput dan leguminosa harus ditutupi dengan tanah dengan menaruh pelepah kelapa yang masih memilik daun atau cabang daun-daunan lainnya diatas permukaan petak penanaman.
7. Penanaman dilakukan segera, sesudah (1-2 minggu) atau bersamaan dengan penanaman pangan.
·      Cara penanaman stratum 2 :
1.  Stek semak sepanjang 1 - 1,5 m dengan diameter 3 - 4 cm ditanam sedalam 25 cm dengan jarak 10 cm diantara 2 pohon. Ditanam pada awal musim hujan.
2.   Biji semak ditanam pada larikan yang telah tersedia diantara 2 pohon. Sebelum ditanam sebaiknya direndam dengan menggunakan air dingin selama 24 jam kemudiaan ditanam sedalam 5 cm dengan jarak 10 cm. Penanaman dilakukan pada awal musim hujan.
3.  Stek semak harus dijepit dengan bambu untuk mencegah rebahnya stek semak.
·         Cara penanaman stratum 3 :
1.  Stek pohon sepanjang 2 -2,5 cm dengan diameter 5 – 10 cm ditanam pada lubang yang telah tersedia baik secara berurutan atau selang-seling.
2.  Stek pohon harus ditanam pada permulaan musim hujan.
3.  Sesudah stek dimasukkan, lubang harus ditutupi dengan tanah dan dipadatkan.
2.3.3. Pemeliharaan
1)      Penyemprotan insektisida perlu dilakukan bila tanaman terserang hama dan penyakit.
2)      Tanaman liar pada selimut tidak perlu dicabut karena akan mati dengan sendirinya pada waktu musim kering.
3)      Untuk menjaga produksi tetap optimal lahan yang sudah kosong ditanami kembali.
2.3.4. Cara Pemotongan
1)      Musim penghujan : sebagian besar tanama  stratum satu
2)      Pertengahan musim kemarau : sebagian besar  tanaman stratum dua
3)      Akhir musim kemarau : sebagian besar tanaman stratum tiga
2.4. Manfaat Sistem Tiga Strata (STS)
a)      Meningkatkan persediaan dan mutu hijauan makanan ternak
Setiap unit STS terdapat 9 are rumput dan leguminosa, 2.000 semak dan 42 pohon. Dengan demikian, setiap unit STS akan meningkatkan persediaan hijauan sebesar 48 persen. Daun legumenosa sentrosema, stelo skabra dan steloverano pada stratum satu; daun gamal, akasia velosa dan lamtoro pada stratum dua mengandung protein 18–25 persen. Secara keseluruhan untuk tiap unit, mutu pakan hijauan kan meningkat 10–15 persen (Hasnudi dkk, 2004).
b)      Menyediakan hijauan sepanjang tahun
Dengan memotong stratum satu pada musim hujan, stratum dua pada pertengahan musim kering dan stratum tiga pada akhir musim kering, maka akan tersedia hijauan makanan ternak sepanjang tahun.
c)      Mempercepat pertumbuhan dan reproduksi ternak
Karena mutu hijauan meningkat maka sapi jantan tumbuh 13 persen lebih cepat. Sapi jantan yang tumbuh lebih cepat, menyebabkan waktu pencapaian berat ekspor 375 kg lebih cepat 12 persen. Sapi betina bertambah beratnya hingga 81 persen dan interval birahinya lebih cepat 31 persen, frekuensi birahi menjadi 69 persen lebih sering, berat anak lahir 12 persen. lebih besar, dan berat anak waktu disapih 18 persen lebih besar.
Di samping itu, STS juga mengurangi waktu memelihara ternak. Karena pakan selalu tersedia, maka ternak tidak perlu digembalakan lagi. Sehingga waktu yang digunakan untuk mengembala selama 20–25 menit per harinya dapat digunakan untuk kegiatan lainnya, seperti memelihara ayam, lebah madu, beternak bekicot atau kerja sosial di desa.
d)     Meningkatkan daya tampung
Dengan banyaknya persediaan hijauan makanan ternak, maka ternak yang dipelihara bisa bertambah banyak. Satu unit STS dapat menampung satu ekor sapi dengan berat 375 kilogram atau 6 ekor kambing dengan berat 60 kilogram.
e)      Meningkatkan kesuburan tanah
Pada sistem peternakan tradisional, sapi digembalakan pada waktu siang hari, sehingga kotorannya tersebar tidak teratur. Sedangkan STS, sapi dikandangkan sehingga kotorannya dapat disebarkan merata pada lahan yang ditentukan. Akar-akar sentrosema, stelo verano, stelo skabra, gamal, lamtoro dan akasia vilosa mengandung bintil-bintil nitrogen, yang dapat melepaskan nitrogen untuk tanaman di sekitarnya. Sedangkan akar dan daun rumput, semak dan pohon yang melapuk juga bisa meningkatkan humus tanah.
f)       Mengurangi erosi
Bagian selimut dan pinggir dari STS dapat menahan air hujan di atas tanah sehingga tidak mengalir dengan deras. Dengan demikian tanah dan batu-batu kecil tidak dihanyutkan oleh air, sehingga erosi pada tanah miring dapat dikurangi sebesar 45 persen.
g)      Menyediakan kayu api dan kayu keras
Setiap pemangkasan semak ataupun pepohonan, daun-daunnya bisa digunakan untuk pakan ternak sedangkan cabang-cabangnya dikeringkan untuk dijadikan kayu bakar. Satu unit STS mampu menyediakan kayu bakar sebanyak 1,6–4,2 ton per tahun. Di samping itu, semak maupun pohon merupakan tanaman keras (berkayu) yang baik untuk pagar permanen.
h)      Menyediakan bibit untuk perluasan STS
Cabang-cabang semak dan pohon yang baik dapat dijadikan stek, rumput dan legumenosa dapat disapih, atau yang meluas ke bagian inti dapat dicabuti untuk membuat STS yang baru. Pada tahun ketiga, setiap unit STS dapat dikembangkan menjadi 1–2 STS lagi.
i)        Merangsang timbulnya kegiatan penunjang
Rumput dan legumenosa pada stratum satu, semak pada stratum dua, dan pohon pada stratum tiga berbunga secara bergantian. Bunga ini menyediakan tepung sari dan nektar untuk peternakan lebah madu. Biji rumput dan legumenosa yang jatuh serta rayap yang tersembunyi pada daun gamal yang melapuk diatas tanah merupakan sumber tenaga, protein nabati dan protein hewani untuk ayam kampung yang berkeliaran pada STS tersebut Daun segar merupakan sumber vitamin dan mineral, dan adanya daun semak maupun pohon memungkinkan tersedianya bibit bekicot untuk dipelihara secara intensif (dalam bak). Daun semak dan pohon itu dapat dipetik sebagai sumber makanan bekicot. Dengan diambilnya
bekicot untuk diternakkan, maka dapat dicegah hama pada palawija. Jadi, secara tidak langsung, pendapatan petani menjadi 36 persen lebih banyak.
j)        Menambah kehijauan dan keindahan lingkungan
Dengan adanya rumput, semak dan pohon yang dipangkas secara teratur dan terarah, maka lahan-lahan miring akan menghijau sepanjang tahun. Pada waktu musim kering, bagian inti yang palawija sudah dipanen, serta bagian selimut dan bagian pinggir yang tetap menghijau, akan nampak seperti cermin dengan bingkai hijau dari tempat ketinggian.



BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam pembuatan makalah ini dapat disimpulkan bahwa:
1.      Sistem tiga strata yang memiliki arti tiga tingkatan dan merupakan suatu cara penanaman dan pemangkasan rumput, legumenosa, semak dan pohon, sehingga hijauan makanan ternak tersedia sepanjang tahun.
2.      Metode yang digunakan dalam penanaman dengan sistem tiga strata adalah memiliki 3 stratum, yaitu stratum pertama atau bagian inti terdiri dari tanaman rumput potongan dan legume herba atau menjalar yang disediakan bagi ternak pada musim penghujan dan dapat juga di tanami dengan tanaman pangan. Stratum kedua terdiri dari tanaman yang disediakan bagi ternak apabila rumput sudah mulai berkurang produksinya pada awal musim kemarau seperti jenis legume rambat dan berbagai jenis rumput. Stratum tiga terdiri dari legume pohon  dan tanaman keras seperti pohon yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai fungsi.
4)      Pembuatan, penanaman dan pemotongan pada system tiga strata di awali dengan penyiapan atau pemilihan lahan, di lanjutkan dengan penanaman stratum 1 sampai 3, pemeliharaan dilakukan dengan penyemprotan dan pemotongan dilakukan secara bertahap pada musim penghujan sebagian besar tanaman  stratum satu pertengahan musim kemarau sebagian besar  tanaman stratum dua dan akhir musim kemarau sebagian besar tanaman stratum tiga.
5)      Manfaat dari system tiga strata adalah meningkatkan persediaan dan mutu hijauan makanan ternak, menyediakan hijauan sepanjang tahun, mempercepat pertumbuhan dan reproduksi ternak, meningkatkan daya tampung, meningkatkan kesuburan tanah, mengurangi erosi, menyediakan kayu api dan kayu keras, menyediakan bibit untuk perluasan STS, merangsang timbulnya kegiatan penunjang, dan menambah kehijauan dan keindahan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, S. Pedoman Teknis Perluasan Areal Kebun Hijauan Makanan Ternak.Kementrian Pertanian, Jakarta.

Azmi dan Gunawan. 2007. Penanaman dengan System Tiga Strata. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, Bengkulu. Seminar NasionalTeknologi Peternakan dan Veteriner. Hal:523-531.

Hasnudi., S. Umar., dan I. Sembiring. 2004. Manfaat dari Penanaman dengan menggunakan System Tiga Strata. Jurusan Peternakan, FakultasPertanian, Universitas Sumatera Utara.

Nitis, I., K. Lana., dan A. W. Puger. 2000. Pengembangan tanaman dengan menggunakav system tiga strata. Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Hal: 44-52.
Purwanto I. 2007. Mengenal Lebih Dekat Leguminoseae. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Utomo, R. 1988. Hijauan Makanan Ternak dan Pengawetan. Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar