Minggu, 04 Desember 2016

Makalah teknologi hasil ternak daging segar



Makalah…!!!

DASAR TEKNOLOGI HASIL TERNAK


OLEH:

VINA EKA PRASETIA NUR AULIA ANISA
L1A1 14 059
B


JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan taufiq, hidayah, rahmat dan karunia-Nya serta kelapangan berpikir dan waktu, sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan makalah dengan judul “Daging Segar Dan Cara Mempertahankan Kesegarannya”. Makalah ini  disusun sebagai tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah "Dasar Teknologi Hasil Ternak".
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami peroleh dari buku, serta informasi dari media elektronik (internet) yang berhubungan dengan Daging Segar Dan Cara Mempertahankan Kesegarannya”. Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah “Dasar Teknologi Hasil Ternak” atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.
Akhir kata pengantar saya mengucapkan terima kasih karena telah berkenan membaca makalah ini. Semoga memberikan manfaat kepada kita semua. 


Kendari, 29, september  2015

penulis




DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Ringkasan
BAB IPENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
B.       Rumusan Masalah
C.       Tujuan
BAB II ISI
A.      Pengertian Daging Segar
B.       Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Daging
C.       Cara Mempertahankan Kesegaran Daging
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Daftar Pustaka








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Daging segar (fresh meat) adalah daging yang telah mengalami perubahan fisik dan kimia setelah proses pemotongan, tetapi belum mengalami pengolahan lebih lanjut seperti pembekuan, penggaraman (curing), pengasapan (smoking) dan sebagainya.
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang.   Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin.
Karakteristik kualitas daging merupakan karakteristik yang dinilai oleh konsumen dalam memenuhi palatabilitasnya, berkaitan dengan penilaian sensorik atau organoleptik. Kualitas daging atau bahan pangan pada umumnya, dinilai oleh konsumen pada awalnya melalui pendekatan organ-organ panca indera. Sehingga karakteristik kualitas pada daging menyangkut warna, keempukan, citarasa (flavour), dan kebasahan (juiciness).
Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable food) dan bahan makanan yang memiliki potensi mengandung bahaya (potentially hazardous foods atau PHF). Bahaya yang mungkin dapat ditemukan dalam daging terdiri dari bahaya biologis (misalnya bakteri, kapang, kamir, virus dan parasit), bahaya kimia (misalnya residu antibiotika, residu hormon, cemaran logam berat), dan bahaya fisik (misalnya serpihan tulang, serpihan pecahan kaca). Oleh sebab itu, penanganan daging harus dilakukan secara higienis dengan cara  mendiginkan dan membekukan daging.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.         Pengertian Daging Segar
2.      Faktor yang mempegaruhi Kualitas Daging
3.      Cara Mempertahankan Kesegaran Daging/Karkas

C.     Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.         Untuk mengetahui Pengertian Daging segar
2.         Untuk mengetahui Faktor yang Mempengaruhi kualitas Daging
3.         Untuk mengetahui Cara Mempertahankan Kesegaran Daging/Karkas


















BAB II
ISI
A.      Pengertian Daging Segar
Daging segar (fresh meat) adalah daging yang telah mengalami perubahan fisik dan kimia setelah proses pemotongan, tetapi belum mengalami pengolahan lebih lanjut seperti pembekuan, penggaraman (curing), pengasapan (smoking) dan sebagainya. Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi.
Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang.   Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin.
Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable food) dan bahan makanan yang memiliki potensi mengandung bahaya (potentially hazardous foods atau PHF). Bahaya yang mungkin dapat ditemukan dalam daging terdiri dari bahaya biologis (misalnya bakteri, kapang, kamir, virus dan parasit), bahaya kimia (misalnya residu antibiotika, residu hormon, cemaran logam berat), dan bahaya fisik (misalnya serpihan tulang, serpihan pecahan kaca).
B.       Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Daging
Dalam pemotongan ternak ada 2 faktor yang dapat mempengaruhi kualitas daging yaitu:
1.      Faktor Sebelum pemotongan terdiri dari
a.       Genetic/Keturunan
Nilai heritabilitas keempukan daging sapi sekitar 45%, artinya
45% keempukan daging sapi saat dimasak ditentukan oleh faktor
genetik atau tetua ternak yang dipotong. Faktor genetik akan menentukan keempukan daging antargrade dan potongan daging sejenis.
b.      Spesies
Dari taksonomi ternak yang paling diperhatikan yaitu spesiesnya, karena spesies menentukan apakah ternak tersebut banyak dipelihara di Indonesia, mampu memproduksi daging atau susu, serta mempunyai produksi daya adaptasi yang tinggi, dan sebagainya.  Spesies menentukan tingkat perdagingan suatu ternak.

c.       Bangsa
Bangsa ternak termasuk kedalam factor genetic atau factor keturunan.  Bangsa suatu ternak juga menentukan kualitas suatu daging ternak itu sendiri.  Misalnya ternak sapi-sapi introduksi, seperti: 1) sapi limousine, persentase daging dalam karkas cukup tinggi, 2) sapi angus, mempunyai kemampuan dalam menurunkan marbling (perlemakan dalam daging) ke anak-anaknya. 3) sapi Hereford, perdagingannya tebal. Dan sebagainya. Jadi dilihat dari bangsa ternak itu sendiri sangat penting dalam mennentukan kualitas daging.  
d.      Tipe ternak
Tipe ternak menentukan keempukan daging itu sendiri, seperti tipe ternak potong  dan tipe ternak perah.  Tipe ternak potong lebih empuk daripada tipe ternak perah.  Karena tipe ternak potong itu sendiri dipelihara untuk menghasilkan daging, dan sebaliknya.
e.       Umur
Semakin tua usia hewan, susunan jaringan ikat semakin banyak, sehingga daging yang dihasilkan semakin liat, jika ditekan dengan jari, daging yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal (padat). Umumnya daging yang berasal dari sapi tua akan lebih liat dibandingkan dengan daging yang berasal dari sapi muda. Hasil penelitianpun menunjukkan bahwa umur potong sapi berkorelasi positif dengan keempukan daging yang dihasilkannya, artinya makin tua ternak sudah dapat dipastikan dagingnya akan lebih liat. Daging yang berasal dari sapi tua baunya lebih menyengat dibandingkan dengan daging yang berasal dari sapi muda. Ternak sapi tua yang gemuk akan menghasilkan daging yang berlemak oleh karena itu rasanya akan lebih gurih dan banyak disukai konsumen. Selain itu daging yang berlemak kandungan airnya lebih sedikit sehingga pada saat dimasak penyusutannya tidak terlalu besar.
Umur ternak saat dipotong berpengaruh terhadap keempukan daging. Sapi yang dipotong pada umur 9-30 bulan umumnya memiliki daging yang empuk. Sapi betina yang digunakan sebagai induk, dagingnya menjadi kurang empuk saat umurnya tua. Keempukan daging menurun sejalan dengan bertambahnya umur ternak.
f.       Pakan dan Bahan Aditif (Hormone, Antibiotic, dan Mineral)
Ternak yang digemukkan dengan pakan biji-bijian cenderung mencapai bobot potong lebih cepat dibanding ternak yang mendapat pakan dari padang penggembalaan. Dengan demikian, daging dari ternak yang diberi pakan biji-bijian biasanya lebih empuk karena ternak dipotong pada umur lebih muda.
g.      Keadaan Stress                                              
·      DFD (Dark Firm Dry)
Daging Dark Firm Dry (DFD) yaitu daging yang berwarna gelap, bertekstur keras, kering, memiliki nilai pH tinggi dan daya mengikat air tinggi. Daging ini dihasilkan akibat ternak kelelahan setelah mengalami transportasi yang jauh, sehingga terjadi perubahan dalam sifat fisik, kimia maupun sensori. pigmen yang memberikan warna pada daging adalah struktur hem. Hem ini berkombinasi dengan protein membentuk hemoglobin dan mioglobin.
·     PSE (Pale Soft Exudatife)
Daging PSE (Pale Soft Exudative) disebabkan Stress dalam waktu yang lama sebelum penyembelihan sehingga pH tetap tinggi setelah penyembelihan. Produksi asam laktat postmortem dari glikogen yang sangat cepat dan tidak terkendali, sehingga mengakibatkan pH daging yang sangat rendah sesaat setelah pemotongan, sementara temperatur otot masih tetap tinggi. Daya ikat air oleh proteinnya sangat rendah. Penurunan pH yang cepat, seperti pada saat pemecahan ATP yang cepat, akan mengakibatkan kontraksi aktomiosin dan menurunkan DIA protein. Demikian pula suhu yang tinggi akan mempercepat penurunan pH otot pascamerta, dan akan meningkatkan penurunan DIA sebagai akibat dari meningkatnya denaturasi protein otot dan meningkatnya perpindahan air keruang ekstraselular.
2.    Faktor Sesudah Pemotongan terdiri dari:
a.       Metode Pelayuan
Pelayuan adalah penanganan daging segar setelah penyembelihan dengan cara menggantung atau menyimpan selama waktu tertentu pada temperatur di atas titik beku daging (-1,50C). Daging yang kita beli di pasar atau swalayan adalah daging yang telah mengalami proses pelayuan.  Selama pelayuan, terjadi aktivitas enzim yang mampu menguraikan tenunan ikat daging. Daging menjadi lebih dapat mengikat air, bersifat lebih empuk, dan memiliki flavor yang lebih kuat. Hewan yang baru dipotong dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi perubahan-perubahan sehingga jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah digerakkan. Keadaan inilah yang disebut dengan rigor mortis.
Tujuan dari pelayuan daging adalah: (1) agar proses pembentukan asam laktat dari glikogen otot berlangsung sempurna sehingga pertumbuhan bakteri akan terhambat, (2) pengeluaran darah menjadi lebih sempurna, (3) lapisan luar daging menjadi kering, sehingga kontaminasi mikroba pembusuk dari luar dapat ditahan, (4) untuk memperoleh daging yang memiliki tingkat keempukan optimum serta cita rasa khas.
b.         Metode Pemasakan
Daging dengan jaringan ikat sedikit seperti has, dianjurkan dimasak dengan pemanasan kering (goreng, bakar, panggang, barbeque). Daging dengan jaringan ikat banyak seperti sengkel, dianjurkan dimasak secara lama dan lambat dengan suhu rendah dan menggunakan sedikit air.  Suhu pemasakan memengaruhi keempukan daging. Jika daging tanpa lemak dipanaskan, protein kontraktil mengeras dan cairan hilang sehingga menurunkan keempukan daging.  Potongan daging yang empuk bila dimasak pada suhu rendah akan menjadi lebih empuk dibanding pemasakan pada suhu sedang, dan dengan pemasakan suhu sedang, daging lebih empuk dibanding pemasakan dengan suhu tinggi. Oleh karena itu, suhu pemasakan perlu diperhatikan untuk menghasilkan daging yang empuk.
Susut masak adalah perhitungan berat yang hilang selama pemasakan atau pemanasan pada daging. Pada umumnya, makin lama waktu pemasakan makin besar kadar cairan daging hingga mencapai tingkat yang konstan. Susut masak merupakan indicator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus daging yaitu banyaknya air yang terikat dalam dan diantara serabut otot. Jus daging merupakan komponen dari daging yang ikut menetukan keempukan daging.

c.     Tingkat Keasaman (pH) Daging
Nilai pH merupakan salah satu criteria dalam penentuan kualitas daging, khususnya di Rumah Potong Hewan (RPH).  Setelah pemotongan hewan (hewan telah mati), maka terjadilah proses biokimiawi yang sangat kompleks di dalam jaringan otot dan jaringan lainnya sebagai konsekuen tidak adanya aliran darah ke jaringan tersebut, karena terhentinya pompa jantung.  Salah satu proses yang terjadi dan merupakan proses yang dominan dalam jaringan otot setelah kematian (36 jam pertama setelah kematian atau postmortem) adalah proses glikolisis anaerob atau glikolisis postmortem.  Dalam glikolisis anaerob ini, selain dihasilkan energi (ATP) maka dihasilkan juga asam laktat.  Asam laktat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan dan mengakibatkan penurunan nilai pH jaringan otot.
Nilai pH otot (otot bergaris melintang atau otot skeletal atau yang disebut daging) saat hewan hidup sekitar 7,0-7,2 (pH netral).  Setelah hewan disembelih (mati), nilai pH dalam otot (pH daging) akan menurun akibat adanya akumulasi asam laktat.  Penurunan nilai pH pada otot hewan yang sehat dan ditangani dengan baik sebelum pemotongan akan berjalan secara bertahap, yaitu dari nilai pH sekitar  7,0-7,2 akan mencapai nilai pH menurun secara bertahap dari 7,0 sampai 5,6 – 5,7 dalam waktu 6-8 jam postmortem dan akan mencapai nilai pH akhir sekitar 5,5-5,6.  Nilai pH akhir (ultimate pH value) adalah nilai pH terendah yang dicapai pada otot setelah pemotongan (kematian).   Nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai di bawah 5,3.  Hal ini disebabkan karena pada nilai pH di bawah 5,3 enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak aktif berkerja.
d.      Bahan Tambahan (Termasuk Enzim Pengempuk Daging)
Enzim dari tanaman, seperti papain (dari pepaya), bromelin (dari nenas), dan fisin (getah pohon daun ara), baik berbentuk cair maupun bubuk, dapat digunakan untuk mengempukkan daging. Enzim bromelin dari nenas juga banyak digunakan untuk mengempukkan daging. Enzim bromelin dapat menguraikan serat-serat daging sehingga menjadi lebih empuk. Buah nenas yang belum matang mengandung bromelin lebih sedikit dibandingkan buah nenas matang yang masih segar. Kandungan bromelin paling banyak terdapat dalam bagian kulit.
Marinasi adalah cara meningkatkan keempukan daging dengan menambahkan bahan perasa, seperti garam atau kecap, asam (cuka, jeruk lemon), dan enzim (papain, bromelin, fisin atau jahe).
e.    Lemak Intramuscular (Marbling)
Berdasarkan marbling, karkas sapi dibedakan menjadi: 1) prime, bila marbling-nya berlebih, 2) choice, bila marbling-nya sedang, 3) seledt, bila marbling-nya sedikit, 4) standart, bila marbling-nya sangat sedikit.
Marbling adalah lemak yang terdapat diantara serabut otot (intramuscular).  Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan mempertahankan keutuhan daging pada waktu dipanaskan.  Marbling berpengaruh terhadap citarasa daging. Selama proses penggemukan, peningkatan lemak karkas akan mempengaruhi komposisi karkas dan hasil daging.
f.     Metode Penyimpanan dan Pengawetan
Ada beberapa yang dilakukan dalam menentukan kualitas daging dengan metode penyimpanan dan pengawetan, antara lain sebagai berikut:
1). Laju Pendingin
Karkas sebaiknya cepat didinginkan setelah pemotongan untuk mencegah penurunan kualitas. Jika karkas didinginkan sebentar, hasilnya adalah pendinginan singkat dan menyebabkan daging keras/alot. Pendinginan singkat terjadi pada saat otot didinginkan kurang dari 60°F sebelum rigor mortis selesai. Jika karkas dibekukan sebelum rigor mortis selesai, hasilnya adalah rigor cair (thaw rigor) dan daging menjadi keras/alot. Pada kondisi pendinginan normal, karkas yang terlindungi lemak sekitar rib eye kurang dari 1,2 cm mungkin akan menurunkan keempukan karena pendinginan singkat. Pelayuan karkas hasil pendinginan singkat atau rigor cair dapat memengaruhi keempukan.  Agar daging lebih empuk, harus dihindari pendinginan singkat, 6-12 jam pertama setelah ternak dipotong (mati).
2). Pembekuan
Pembekuan kurang memengaruhi keempukan daging. Bila daging
dibekukan secara cepat akan terbentuk kristal es kecil, dan bila
daging dibekukan lambat/lama akan terbentuk kristal es besar. Terbentuknya kristal es besar dapat mengganggu serat otot daging sehingga sangat sedikit meningkatkan keempukan.  Kristal es yang besar dapat menurunkan cairan daging selama thawing (pencairan). Daging yang kurang berair akan kurang empuk jika dimasak.
3). Thawing
Daging beku yang sudah mengalami pencairan secara lambat dalam
refrigerator umumnya lebih empuk dibanding yang dimasak dalam kondisi beku. Pencairan secara lambat mengurangi kekerasan dan jumlah cairan daging yang hilang.  Pencairan menggunakan microwave hendaknya dilakukan dengan daya yang rendah.
Akibat proses pengolahan dan komponen bumbu yang digunakan, beberapa produk olahan tersebut memiliki nilai gizi lebih baik dibandingkan dengan daging segarnya. Produk olahan daging tersebut dapat juga digunakan sebagai alternatif sumber protein hewani.
g.        Macam Otot Daging
Keempukan daging bervariasi sesuai dengan jenis otot atau letak
daging pada karkas. Contoh, daging sapi jenis has dalam lebih empuk dibanding daging sengkel karena adanya perbedaan jaringan ikat pada jenis daging tersebut. Has dalam memiliki jaringan ikat yang lebih sedikit dibandingkan dengan sengkel. Jumlah jaringan ikat berkaitan dengan fungsi otot pada ternak hidup. Sengkel terutama digunakan dalam pergerakan sehingga memiliki jaringan ikat lebih banyak. Sementara itu, has dalam hanya mendukung fungsi ternak sehingga jaringan ikatnya lebih sedikit
h.        Lokasi Otot
penyebab utama kealotan daging adalah karena terjadinya pemendekan otot pada saat proses rigormortis sebagai akibat dari ternak yang terlalu banyak bergerak pada saat pemotongan. Otot yang memendek menjelang rigormortis akan menghasilkan daging dengan panjang sarkomer yang pendek, dan lebih banyak mengandung kompleks aktomiosin atau ikatan antarfilamen, sehingga daging menjadi alot. Kontribusi jaringan ikat pada kekerasan daging juga sangat penting seperti pada jaringan muskuler. Kandungan, kualitas dan penyebaran jaringan ikat dalam otot merupakan penanggung jawab utama terhadap perbedaan kekerasan antar otot.

C.     Cara Mempertahankan Kesegaran Daging
Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable food) karenanya itu kita inginkan kesegaran daging tetap terjaga meski di simpan dalam waktu yang cukup lama, untuk mempertahankan kesegaran daging dapat di lakukan dengan 2 cara yaitu:
1.        Cara Pendinginan Daging
Pendinginan daging dilakukan untuk menurunkan suhu karkas/daging menjadi di bawah +7 oC dan di atas titik beku daging (-1,5 oC). Tujuan pendinginan daging adalah untuk mempertahankan kesegaran daging, memperpanjang masa simpan daging, memberikan bentuk atau tekstur daging yang lebih baik, dan mengurangi kehilangan bobot daging. Dengan pendinginan, maka pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat pada daging akan dihambat, serta aktivitas enzim-enzim dalam daging dan reaksi-reaksi kimia juga akan dihambat.
Secara umum, karkas atau daging sebaiknya didinginkan hingga suhu bagian dalam daging (internal temperature) mencapai suhu < +7 oC. Suhu internal karkas/daging sapi sebaiknya dicapai < +7 oC dalam waktu <>< +3 oC secepat mungkin.
Metode pendinginan karkas/daging sapi yang saat ini umum dilaksanakan adalah pendinginan cepat (quick chilling) yang menggunakan suhu ruang pendingin -1 oC sampai +1 oC, kelembaban 85 - 90%, kecepatan udara 1 - 4 m/detik dan lama pendinginan (untuk mencapai suhu internal daging < +7 oC) 24 - 36 jam.
Metode pendinginan karkas/daging sapi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Metode Pendinginan Karkas/Daging Sapi
Metode
Suhu (oC)
Kelembaban Relatif (%)
Kecepatan Udara (m/detik)
Waktu (jam)
Cepat (+SL)
-1 s/d +1
85 – 90
1 – 4
24 – 36
Sangat Cepat (+SL)
-5
90
1 - 4
2
Keterangan:
SL= Stimulasi listrik (penerapan stimulasi listrik pada proses pemotongan)
Hal yang perlu diperhatikan pada pendinginan karkas/daging sapi secara cepat adalah terjadinya kekakuan otot (rigor mortis) pada saat daging didinginkan, yang dikenal dengan istilah cold shortening. Cold shortening terjadi akibat daging yang belum mengalami rigor mortis (atau nilai pH daging > 5,9) telah mencapai suhu < +12 oC. Daging yang mengalami cold shortening memiliki kualitas yang rendah, karena keempukan daging tersebut sangat menurun (liat atau alot).
Untuk mencegah terjadinya cold shortening pada metode pendinginan cepat tersebut diperlukan perhatian agar rigor mortis (ditandai dengan nilai pH otot sekitar 5,9) terjadi pada suhu internal daging > +15 oC. Suhu internal daging yang optimal untuk rigor mortis agar kualitas daging tetap baik adalah +20 oC sampai +25 oC. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mempercepat terjadinya rigor mortis dengan cara menerapkan stimulasi listrik (electrical stimulation) pada karkas dalam proses pemotongan.
Stimulasi listrik adalah pemberian aliran listrik pada karkas setelah pengeluaran darah. Tujuan stimulasi listrik ini adalah membantu pengeluaran darah dan mempercepat terjadinya rigor mortis.
2.    Cara Pembekuan Daging
Pembekuan daging diperoleh dengan menurunkan suhu daging di bawah titik beku daging (< -1,5 oC). Pembekuan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan daging tanpa mengubah susunan kimiawi daging.
Pembekuan yang baik diperoleh dengan menurunkan suhu bagian dalam daging minimum sampai -12 oC. Saat ini pembekuan daging sapi diperoleh dengan membekukan daging pada suhu udara -25 oC sampai -45 oC dengan kecepatan udara antara 2 sampai 9 meter per detik. Sebelumnya daging tersebut harus didinginkan hingga suhu bagian dalam daging mencapai +10 oC. Sedangkan pada pembekuan cepat (deep frozen) menggunakan blast freezer diterapkan suhu ruang < -18 oC dengan kecepatan udara > 1 cm per jam.
Kecepatan proses pembekuan didasarkan atas kecepatan udara di dalam ruang pembeku yang dinyatakan dalam cm per jam. Berdasarkan kecepatan pembekuan tersebut, maka proses pembekuan dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Pembekuan lambat: kecepatan udara 0,1 – 0,2 cm/jam
2. Pembekuan cepat: kecepatan udara 0,5 – 3,0 cm/jam
3. Pembekuan ultra cepat: kecepatan udara 5,0 cm/jam.
Di Jerman pembekuan untuk karkas seperempat sapi dilakukan dengan terlebih dahulu mendinginkan karkas tersebut hingga mencapai suhu +7 oC kemudian membekukan karkas tersebut dengan suhu ruang -25 sampai -30 oC dengan kecepatan udara 2 – 3 m/detik selama 24 jam. Setelah itu, karkas disimpan pada cold storage bersuhu -18 oC.
Pembekuan daging harus dilakukan setelah proses rigor mortis berlangsung. Jika daging belum mengalami rigor mortis dan sudah dibekukan, maka rigor mortis akan terjadi pada saat daging tersebut dicairkan (thawed). Proses tersebut dikenal dengan thaw rigor. Daging yang mengalami thaw rigor akan kehilangan cairan daging (jus daging) yang relatif banyak dan relatif keras (liat atau alot). Agar daging/karkas dapat relatif segera dibekukan setelah proses pemotongan, maka perlu diterapkan stimulasi listrik (electrical stimulation) pada proses pemotongan.



BAB III

PENUTUP
Daging segar (fresh meat) adalah daging yang telah mengalami perubahan fisik dan kimia setelah proses pemotongan, tetapi belum mengalami pengolahan lebih lanjut seperti pembekuan, penggaraman (curing), pengasapan (smoking) dan sebagainya.
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang.   Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin.
Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable food) karenanya itu kita inginkan kesegaran daging tetap terjaga meski di simpan dalam waktu yang cukup lama, untuk mempertahankan kesegaran daging dapat di lakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara pendinginan dan pembekuan dengan suhu yang telah di tentukan.











DAFTAR PUSTAKA

Andriessen, E.H. 1987. Meat Inspection and Veterinary Public Health in Australia. Rigby Publisher, Chatswood.
Arka, 1994. Ilmu Pengetahuan Daging dan Teknologinya. Universitas Udayana. Denpasar.
Hafid, H.H., dan R. Priyanto.  2006. Faktor yang Mempengaruhi Kesegaran Daging. Jurusan Produksi Ternak Faperta Universitas Haluoleo.
Sirajuddin, Saifuddin dan Zakaria. 2011. Pedoman Praktikum Analisis Bahan Pakan. Universitas Hasanuddin: Makassar.
Winarmo, F.G.2004. Cara Mempertahankan Kesegaran Daging. Gramedia Pustaka Utama: Jakarat.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar