Jumat, 23 Desember 2016

makalah nutrisi pakan ternak Peran Serat Kasar dan Mineral Pada Ternak



Makalah
                                             NUTRI PAKAN TERNAK
(Peran Serat Kasar dan Mineral Pada Ternak)

Oleh:
Kelompok II
1.      Mahfut Ahnan                                  L1A1 14 094 
2.      Vina Eka Prasetia N.A.A                 L1A1 14 059
3.      Wa Ode Ririn Saputri                      L1A1 14 088
4.      Wa Ode Astija madu                        L1A1 14 080
5.      Wa Ode Nur Amalia                         L1A1 14 076
6.      Zulkarnain                                         L1A1 14 066
7.      Wegig Sukoco Anggoro                    L1A1 14 062
8.      Roslan                                                L1A1 14 055
9.      Rahmad Sawal                                  L1A1 14 096
10.  Lisnawati                                           L1A1 14 097
11.  Sunarsih                                             L1A1 14 073
12.  Setiawan                                             L1A1 14 058


JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
                                           UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengehuan dari masa ke masa semakin bertambah, seperti halnya dengan pada disiplin ilmu Biologi dan Kimia yang melahirkan bidang ilmu yang disebut Biokmia. Biokimia merupakan disiplin ilmu pengetahuan yang membahasa tentang aktivitas kimia pada tubuh makhluk hidup.
Pemanfaatan pakan untuk mendukung produksi dan produktivitas ternak  ruminansia di Indonesia pada umumnya di pengaruhi oleh kualitas, kuantitas dan kontintuitas pakan hijauan. Kendala penyediaan pakan hijauan berkualitas diantaranya, luas lahan yang semakin sempit dan produksi hijauan yang dibatasi oleh musim, masalah penyediaan pakan teratasi dengan mengefisienkan penggunaan lahan, penanganan dan pemanfaatan limbah pertanian. Produksi limbah pertanian sampai saat ini masih merupakan produk yang belum dimanfaatkan secara baik, sehingga perlu dikaji kemungkinan pemanfaatannya sebagai pakan ternak yang optimal. 
Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia pada saat persediaan rumput berkurang. Hambatan dalam pemanfaatannya adalah adanya faktor pembatas dengan nilai nutrisi yang rendah yaitu kandungan lemak kasar rendah, serat kasar tinggi serta kecernaannya hanya 37%, sehingga dalam pemanfaatannya diperlukan penambahan bahan yang berkualitas dan pengolahan yang baik agar nilai gizinya dapat ditingkatkan. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas jerami padi yaitu dengan fermentasi yang dapat meningkatkan daya cernanya.
Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup di samping karbohidrat,lemak, protein, dan vitamin, juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Sebagai contoh, bila bahan biologis dibakar,semua senyawa organic akan rusak; sebagian besar karbon berubah menjadi gas karbon dioksida (CO), hidrogen menjadi uap air, dan nitrogen menjadi uap nitrogen (N). Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu dalam bentuk senyawa anorganik sederhana,serta akan terjadi penggabungan antarindividu atau dengan oksigen sehingga terbentuk garam anorganik.
1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.      Pengertian dan Sifat Fisikoimia  Serat Kasar dan Mineral
2.      Peran Serat Kasar dan Mineral Pada Ternak
1.3  Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui Pengertian dan Sifat Fisikoimia  Serat Kasar dan Mineral
2.      Untuk mengetahui Peran Serat Kasar dan Mineral Pada Ternak















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Serat Kasar
2.1.1 Pengertian dan sifat fisikokimia serat
            Serat dalam makanan (dietary fibre) adalah semua oligosakarida, polisakarida dan derivatnya yang tak dapat diubah menjadi komponen terserap oleh enzim pencernaan di saluran pencernaan Non-ruminansia. Berdasarkan sifat fisik-kimia dan manfaat nutrisinya, serat dalam makanan dapat dikelompokkan dalam 2 jenis, yaitu : larut (soluble) dan tak larut (insoluble) dalam air. Serat yang soluble cendrung bercampur dengan air dengan membentuk jaringan gel (seperti agar-agar) atau jaringan yang pekat, sedangkan serat insoluble umumnya bersifat higroskopis (mampu  menahan air 20 kali dari beratnya. Serat yang berasal dari biji-bijian umumnya bersifat insoluble, sedangkan serat dari sayur, buah dan kacang-kacangan cendrung bersifat soluble.
Fraksi serat kasar pada dasarnya merupakan bagian dari serat. Selulosa, hemiselulosa, lignin serta komponen penyusun dinding sel tanaman yang lainnya termasuk dalam kelompok serat. Kompenen-komponen senyawa tersebut yang menentukan sifat fisikokimia serat makanan. Menurut Poedjiadi et al. (2005), serat makanan terutama terdiri dari selulosa. Disamping itu terdapat senyawa-senyawa lain seperti hemiselulosa, pektin, gum tanaman, musilago, lignin dan polisakarida yang tersimpan dalam tanaman dan alga.
Serat kasar mengandung selulosa dan beberapa hemiselulosa dan polisakarida lain yang berfungsi sebagai bahan pelindung tanaman. Serat kasar juga mengandung lignin, persentase serat kasar pada biji yang belum diproses akan lebih tinggi dibandingkan dengan biji yang telah dipisahkan kulit biji, karena kulit biji mengandung fraksi serat kasar untuk melindungi biji dari faktor lingkungan.  Fraksi serat kasar seperti selulosa, hemisellosa dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansi dengan adanya aktivitas mikrobiologi di dalam rumen yang menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi fraksi serat kasar sehingga menghasilkan volatile fatty acids untuk bioenergetika, dan menjadi kerangka karbon untuk sintesis protein mikrobia, sedangkan untuk ternak Non-ruminansia seperti unggas memiliki keterbatasan dalam pemanfaatan serat kasar. Kandungan nutrisi dalam serat kasar yang tergolong rendah sehingga hanya biasa digunakan dalam jumlah yang relatif sedikit.
Kandungan nutrisi yang relatif rendah pada fraksi serat kasar, tetapi mutlak dibutuhkan dalam pakan. fungsi serat kasar pada unggas antara lain memelihara fungsi normal dari saluran pencernaan, memperbaiki penyerapan nutrisi dan mencegah kanibalisme.  Pengaruh fositip serat kasar pada ayam broiler yaitu pengaruh terhadap saluran cerna dengan memperbaiki penyerapan zat-zat makanan di usus dengan cara mengurangi populasi sel goblet pada usus dan penurunan jumlah lendir yang dihasilakan. Cairan pakan berserat akan merangsang pertumbuhan mikroorganisme di dalam saluran pencernaan. Selain itu, serat kasar dapat menjadikan dinding saluran pencernaan  menjadi lebih tebal dan lebih panjang (Poultry indonesia, 2012).
a.       Selulosa
Selulosa merupakan single polimer yang berlimpah pada tanaman, yang merupakan struktur fundamental di dinding sel tanaman. Selulosa murni merupakan homoglikan yang memiliki berat molekul yang cukup tinggi, yang tersusun dari unit selubiosa dengan ikatan β-1,4, glikosidik membentuk rantai lurus dan panjang yang dikuatkan oleh ikatan hidrogen bersilang-silang(McDonald et al., 2005; Mayes, 2006).
b.      Hemiselulosa
Hemiselulosa didefinisikan sebagai polisakarida yang merupakan fraksi dinding sel yang larut dalam alkali. Struktur hemiselulosa tersusun dari D-glukosa, D-galaktosa, D-mannosa, D-xylosa, dan L-arabinosa. Asam uronat mungkin juga terdapat pada hemiselulosa. Hemiselulosa dari rumput memiliki ikatan β-1,4, glikosidik pada unit D-xylosa dengan ikatan samping dengan asam metil glukoronat, glukosa, galaktosa dan arabinosa (McDonald et al., 2005).
c.       Lignin
Lignin merupakan fraksi serat bukan karbohidrat, yang meruakan polimer dari 3 derivat yaitu : phenil propana, coumaryl alkohol, dan sinaphyl alkohol. Lignin sangat tahan terhadap degradasi kimia (McDonald et al., 2005).
Jumlah serat kasar pada pakan biasanya didasarkan atas feed intake (jumlah pakan yang dikonsumsi). Sedangkan feed intake sendiri akan dipengaruhi oleh palatabilitas (rasa enak) pakan yang dikonsumsi. Ayam memiliki keterbatasan untuk mencerna serat kasar karena struktur anatomi saluran pencernaannya,. Selama kurang lebih 4 jam, pakan berada dalam saluran pencernaan. Oleh karena itu tidak ada kesempatan yang cukup bagi bakteri untuk mencerna serat kasar. Koefisien kecernaan serat kasar pada ayam sekitar 5-20%.Atas dasar tersebut, maka besarnya campuran serat kasar dalam ransum unggas sangat dibatasi, yaitu sekitar 7%. Akan tetapi jika ditingkatkan menjadi 8-10% tidak mempengaruhi produktivitas ayam.
Peran utama dari serat dalam makanan adalah pada kemampuannya mengikat air, selulosa dan pektin. Dengan adanya serat, membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk disekresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban. Istilah dari serat makanan (dietary fiber) harus dibedakan dengan istilah serat kasar (crude fiber) yang biasa digunakan dalam analisa proksimat bahan pangan. Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 3,25%). Sedangkan serat makanan adalah bagian dari bahan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan.
2.1.2        Peran Serat Kasar pada Ternak
Peran serat kasar pada ternak baik itu ternak ruminansia maupun monogastrik, tingkat serat kasar dalam ransum sangat berpengaruh terhadap performa dan pertumbuhan ternak (Anaoegwa dkk., 1989; Varastegani dan Dahlan, 2014). Serat kasar dibutuhkan ternak untuk merangsang gerakan saluran pencernaan, pada ternak ruminansia serat kasar digunakan sebagai sumber energi tetapi pada unggas pemanfaatannya sangat terbatas. Kekurangan serat pada pakan unggas dapat menyebabkan gangguan pencernaan, tetapi jumlah serat kasar berlebihan juga dapat menurunkan kecernaan pakan.
Kebutuhan serat pakan pada beberapa jenis unggas berbeda-beda tergantung jenisnya, puyuh maksimal 7%, itik maksimal 8 % sedangkan ayam pedaging maksimal 6% (SNI, 2006). Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menggambarkan peranan serat kasar dalam ransum terhadap unggas, seperti efek toksikologi, efek probiotik dan efesiensi pakan. Unggas khususnya broiler memiliki kemampuan yang rendah dalam memanfaatkan serat kasar tetapi tetap membutuhkannya dalam jumlah kecil serta dapat mempengaruhi histologi saluran pencernaan (Tossaporn, 2013).
Persentase tembolok dan proventriculus tidak menunjukan perbedaan nyata akibat penggunaan daun murbei dalam ransum, hal ini menunjukan peningkatan serat kasar masih dapat ditolerir oleh beban kerja dari tembolok dan gizzard. Jamal (2005), melaporkan tidak ada perbedaan bobot oeshopagus, proventiculus dan tembolok pada broiler yang mengkonsumsi pakan berserat dari ampas saitun, hal serupa dilaporkan Tossaporn (2013), yang menyatakan tidak ada pengaruh perbedaan serat kasar terhadap tembolok dan proventikulus.
Bobot tembolok dan proventrikulus dalam penelitian ini masih tergolong normal, Ukim dkk. (2012), menyatakan persentase bobot proventiculus broiler normal berkisar antara 0,4-0,54% dari bobot hidup. Peran tembolok pada broiler adalah sebagai penampung makanan sebelum dicerna oleh gizzard, sedangkan pada broiler peran organ ini kurang berkembang karena prilaku broiler yang makan terus menerus sehingga tidak perlu menampung makanan dalam jumlah banyak. Fungsi dari proventriculus adalah sebagai pencerna kimiawi dan gerbang pakan sebelum masuk ke gizard sehingga perubahan serat diduga tidak terlalu berpengaruh.
Gizzard merupakan alat pencernaan yang berperan sebagai pencerna mekanik sehingga tekstur ransum yang lebih keras akibat serat kasar tinggi dapat memicu pertumbuhan gizzard. Perlakuan fermentasi pada daun murbei tidak menunjukan perbedaan nyata terhadap bobot gizzard hal ini diduga karena fermentasi hanya merubah ikatan dan merenggangkan ikatan senyawa daun murbei tetapi tidak merubah tekstur dan ukurannya. Bentuk dan serat kasar pakan merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi bobot gizzard (Hetland dkk., 2005).


2.1.3 Pengaruh Serat Kasar Pada Broiler
            Serat kasar merupakan sisa-sisa sel tumbuhan yang  tahan terhadap  reaksi hidrolisis  enzim-enzim saluran pencernaan. Komponen utama penyusun serat kasar adalah berupa karbohidrat.
Karena kandungan nutrisi serat kasar tergolong rendah, oleh sebab itu biasanya digunakan sebagai campuran pakan dalam jumlah yang sedikit, sekitar 7% saja. Bahan yang mengandung serat kasar cukup tinggi antara lain : tepung alfafa,  kulit kedelai, biji padi kering dan gandum. Sedangkan yang tergolong serat kasar rendah antara lain : beras giling, tepung tulang, jagung dan tepung ikan.
Setidaknya ada 3 pengaruh positif serat kasar pada broiler, yaitu :
  1. Terhadap saluran pencernaan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa serat kasar dapat memperbaiki penyerapan zat-zat makanan oleh usus dengan cara mengurangi populasi sel goblet pada usus dan penurunan jumlah lendir yang dihasilkan. Selain itu, cairan pakan yang berserat akan merangsang pertumbuhan mikroorganisme di dalam saluran pencernaan. Hal ini lebih jauh akan  membantu proses metabolisme karbohidrat dan protein sekaligus mengatasi permasalahan fementasi akibat kecilnya ukuran cecum. Pengaruh lainnya yaitu, serat kasar ternyata dapat  membuat dinding saluran pencernaan menjadi lebih tebal dan lebih panjang.
  1. Terhadap keseimbangan mineral. 
Pemberian serat kasar dalam waktu yang lama dengan jumlah yang moderat, berpengaruh positif terhadap penyerapan mineral makanan. Efek ini bervariasi diantara serat kasar yang digunakan. Pemakaian gandum dalam pakan akan meningkatkan retensi sodium dan potasium, namun hal tersebut tidak terjadi jika menggunakan  tepung alfafa atau kulit kedelai. Retensi copper akan ditingkatkan oleh pemakaian kulit kedelai dan tidak oleh tepung alfafa maupun kulit gandum. Sedangkan pengaruh ketiga bahan tersebut terhadap retensi besi adalah sama.
  1. Terhadap kanibalisme.
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian serat kasar pada ayam broiler dapat menurunkan kejadian kanibalisme. Pemberian serat kasar pada pakan dengan tingkat 8%, 13% dan 18% masing masing menunjukkan skor patukan tubuh 0,6, 0,1 dan 0,0, sedangkan persentase patukan pada tubuh  masing-masing menunjukkan angka 41, 7 dan 0.and/krm

2.2 Mineral
2.2.1 Definisi Mineral
            Mineral merupakan zat yang penting dalam kelangsungan hidup dibutuhkan oleh ternak baik untuk memelihara kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi.  Berdasarkan kegunaannya dalam aktifitas hidup, mineral dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan yang essensial dan golongan yang tidak essensial.  Berdasarkan jumlahnya, mineral dapat pula dibagi atas mineral makro, dan mineral mikro (Georgievskii et al., 1982).
Georgievskii et al. (1982) juga mengklasifikasikan mineral menjadi tiga golongan berdasarkan distribusi mineral pada jaringan dan organ tubuh.  Golongan tersebut adalah :
a.       Mineral yang didistribusikan pada jaringan tulang (osteotropic).  Contoh mineral yang termasuk ke dalam golongan ini yaitu : kalsium, fosfor, magnesium, strontium, beryllium, flourine, vanadium, barium, titanium, radium.
b.      Mineral yang didistribusikan ke dalam sistem reticuloendothelial.  Contoh mineral pada golongan ini yakni: ferrum, copper, mangan, silver, crhom, nikel, cobalt, dan beberapa lantannida.
c.       Mineral yang didistribusikan pada jaringan yang tidak spesifik.  Umumnya mineral tersebut terdistribusi lebih pada suatu jaringan tertentu.  Contoh mineral tersebut adalah natrium, kalium, sulfur, chlorine, lithium, rubidium dan caesium.
Secara umum mineral-mineral essensial berfungsi sebagai pembangun tulang dan gigi. ineral bersama-sama protein dan lemak membentuk otot, organ tubuh, sel darah, dan jaringan lunak lainnya. Disamping itu mineral juga berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa, mempertahankan kontraksi urat daging dan memainkan peranan penting untuk berfungsinya urat syaraf secara normal.  Sebagian mineral essensial juga berfungsi mempertahankan tekanan osmotik, bagian dari hormon atau sebagai aktifator dari enzim, mengatur metabolisme, transport zat makanan ke dalam tubuh, permeabilitas membran sel dan memelihara kondisi ionic dalam tubuh. Persentase kadar mineral total dari makanan ruminansia hanya sebagian kecil dari konsumsi bahan kering total (Adriani et al., 2009).  Solusi dari permasalahan tersebut adalah pemberian suplemen mineral yang dapat memenuhi kebutuhan ternak.  
1.      Kalsium (Ca)
Kalsium merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan tubuh ternak.  Mineral ini dibutuhkan untuk proses pembentukan dan perawatan jaringan kerangka tubuh serta beberapa kegiatan penting dalam tubuh.  Kalsium diperlukan untuk mengaktifkan enzim tertentu misalnya lipase dari kelenjar pankreas plasma lipoprotein, fosfolipase A dan fosfolipase kinase.  Untuk melepaskan beberapa neuro transmiter tertentu, misalnya asetil kolin, serotonine dan non epinephrine diperlukan Ca (Tillman et al., 1998).
Tujuh Kalsium (Ca) dan Fosfor (P) adalah esensial terutama untuk membangun atau membentuk tulang dan gigi yang normal pada ternak yang masih muda dan untuk memelihara sistem pertulangan tersebut secara sehat pada ternak yang sudah dewasa.  Mineral Ca dan P terdapat dalam tubuh dengan perbandingan 2 : 1). Bila penggunaan Ca lebih banyak daripada P maka kelebihan kalsium dalam tubuh tidak akan diserap tubuh.  Sebaliknya kelebihan fosfor akan mengurangi penyerapan kalsium dan fosfor (Tillman et al., 1984).M
2). Menurut Park et al. (1991) kandungan lemak dan kolesterol pada daging kambing dipengaruhi oleh tingkat pemberian kalsium.
Pengurangan oleh suplementasi kalsium mempengaruhi berkurangnya kolesterol dan trigliserida dalam serum darah serta meningkatnya ekskresi asam empedu dan lemak pada feses. Suplementasi mineral Ca dalam bentuk organik dapat meningkatkan ketersediaan sehingga dapat lebih tinggi diserap dalam tubuh ternak dan akan sangat membantu mengoptimalkan pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan dan agroindustri  sebagai bahan pakan alternatif (Muhtarudin et al., 2003).
2.      Magnesium (Mg)
Magnesium ikut berperan sebagai ion prosthetic dan bermacam-macam reaksi
enzimatik yang penting.  Meskipun Mg dalam tubuh terdapat dalam jumlah yang lebih kecil dibanding Ca dan P unsur ini berhubungan erat dengan Ca dan P baik dalam distribusinya maupun dalam metabolismenya.  Lebih kurang 70% dari Mg dalam tubuh terdapat dalam tulang dan sisanya tersebar dalam berbagai cairan tubuh, jaringan lunak 8 dan mempunyai fungsi yang penting (Tillman et al., 1998).  Selain itu, Mg memegang peranan penting dalam transmisi dan kegiatan neuro muskuler.  Pada beberapa bagian tubuh Mg bekerja secara sinergi dengan kalsium, sedangkan pada beberapa bagian lainnya bersifat antagonis.  Kekurangan Mg mengakibatkan terjadinya vasodilatasi, hiperiritabilitas, dan kematian.  Pada ternak ruminansia gejala-gejala defisiensi yang nampak adalah gerakan otot fasial yang tidak terkoordinasi, jalan sempoyongan, konvulsi dan akhirnya kematian.  Perubahan kimiawi akibat defisiensi magnesium dapat menekan daya rangsang urat syaraf.  
            Suplementasi mineral Mg dalam bentuk organik dapat meningkatkan ketersediaan sehingga dapat lebih tinggi diserap dalam tubuh ternak dan akan sangat membantu mengoptimalkan pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan dan agroindustri sebagai bahan pakan alternatif (Muhtarudin et al., 2003).
3.       Besi ( Fe )
Lebih dari 90% Fe yangterdapat dalam tubuh terikat pada protein dan terutama pada hemoglobin darahmengandung Fe sebanyak 0,34%. Fe juga terdapat dalam mioglobin, hati, limpa dantulang. Fe dalam serum darah terdapat dalam bentuk non hemoglobin yang disebuttransferrin atau siderophilin. Pada individu normal hanya 30-40% transferrinyang membawa Fe, dalam keadaan normal plasma darah mengandung 240 – 480 mcg% ;pada sapi dewasa 130 – 140 mcg% ( Church, 1991 ).
4.      Tembaga ( Cu )
Mineral Cu adalah salahsatu mineral yang seiring dilaporkan defisien pada ternak ruminansia. MenurutMcDowell ( 1992 ), defisien Cu dapat menyebabkan mencret, pertumbuhanterhambat, perubahan warna pada rambut dan rapuh serta mudah patahnya tulang –tulang panjang. Defisiensi sekunder mineral mikro sering dialami oleh ternakruminansia walaupun ternak diberi suplemen mineral dalam jumlah yang mencukupikebutuhan ( Kardaya et al., 2001 ).
·         Yoidum / iodium (I) : Mineral iodium ini berfungsi untuk proses pembentukan otak dengan cara pembentukan zat tirosin pada kelenjar tiroid.
·         Phospor ( P) : Mineral ini berperan dalam pembentukan  tulang dan gigi ternak.
·         Cobalt (Co) : Berfungsi sebagai pembentukan pembuluh darah.
·         Chlor ( Cl) : Berfungsi sebagai pembunuh bibit penyakit yang ada dalam lambung.
·         Sulfur atau Belerang : Memiliki andil dalam membentuk protein dalam tubuh.
·         Mangaan ( Mn ) : Mineralini Berfungsi  untuk mengatur pertumbuhan ternak dan system reproduksi
4.2.2     Peran Mineral Pada Ternak
            Peranan mineral pada ternak adalah sebagai pembentuk struktur fisiologis, sebagai katalisator sekaligus berfungsi sebagai regulator. Mineral berperan penting dalam proses fisiologis ternak, baik untuk pertumbuhan maupun pemeliharaan kesehatan. Beberapa unsur mineral berperan penting dalam penyusunan strukrut tubuh, baik untuk perkembangan jaringan keras seperti tulang dan gigi maupun jaringan lunak seperti hati, ginjal dan otak sehingga semua jaringan tubuh ternak mengandung zat mineral dalam jumlah dan proporsi yang sangat bervariasi.
Mineral yang sangat penting bagi ternak dapat dibagi menjadi mineral makro dan mineral mikro.
Yang termasuk mineral makro adalah CA, P, K, Na, Cl, S dan Mg. Sedangkan yang termasuk mineral mikro adalah Fe, Zn, Cu, Mo, Se, I, Mn,Co, Cr, Sn, V, F, Si, Ni, dan As. Pakan ternak yang baik harus mengandung mineral makro dan mikro tersebut dalam komposisi jumlah yang tepat. Beberapa jenis mineral merupakan elemen inorganic yang dibutuhkan oleh ternak untuk proses pertumbuhan dan reproduksi. Jumlahnya memang hanya sedikit, namun komposisi semua jenis mineral yang ada harus tepat. Harus selalu ada dalam kompisisi yang tepat agar keseimbangan tubuh tetap terjaga. Berdasarkan kegunaanya dalam aktifitas hidup ternak, maka mineral dapat dibagi menjadi golongan esensial dan non esensial.
a.       Magnesium ( Mg )
Mineral magnesium termasuk ke dalam jenis mineral makro yang fungsinya sangat penting. 70% dari total Mg dalam tubuh ternak terdapat dalam tulang atau kerangka tubuh, sedangkan 30% lainnya tersebar meata dalam berbagai cairan tubuh dan jaringan-jaringan lunak. Magnesium dibutuhkan oleh sebagai pembentukan berbagai macam system enzim, berperan juga dalam fungsi metabolism  karbohidrat  dan sangat dibutuhkan untuk memperbaiki system saraf. SIstem sistesis protein, asam nukleat, nukleotida dan lipid juga sangat membutuhkan peran dari magnesium.
b.      Seng ( Zn )
Seng sebagaian besar terdapat dalam tulang, namun semua jaringan tubuh yang lain juga mengandung seng. Kulit, rambut dan bulu ternak juga mengandung seng. Zn berperan penting pada sintesis DNA serta metabolisme protein sehingga sistemtubuh akan terganggu jika defisien Zn. Proses metabolisme karbohidrat, lemak dan pembentukan system imunitas tubuh juga sangat membutuhkan salah satu jenis mineral ini.  ). Menurut Linder (1992) Zn merupakanmikromineral yang tersebar didalam jaringan hewan, manusia, dan tumbuhan sertaterlibat dalam fungsi metabolisme. Zn berperan juga dalam fungsi berbagai enzim, meningkatkan nafsu makan, produksi telur, daya tetas telur dan pertumbuhan tulang dan bulu pada ayam petelur.
Mineral seng ini dibutuhkan tubuh ternak dalam jumlah yang relative sedikit, hal ini sering disebut trace mineral. Jika terlalu banyak maka akan menyebabkan keracunan, indikasinya adalah mual, muntah-muntah, diare dan gangguan pada perut.
Absorpsi Seng yang utama terjadi pada bagian usus kecil. Pada ruminansia sepertiga pemberian Seng per oral diabsorpsi di abomasum, tetapi daerah absorpsi yang utama adalah usus kecil dan yang paling aktif pada duodenum (Underwood, 1977). Peneliti lain menyatakan bahwa ruminansia dapat mengabsorpsi 20 – 40 % Seng dari yang terkandung dalam pakan, namun pada ternak muda absorpsinya relatif lebih tinggi (Georgievskii et al., 1982).
Absorpsi Seng dipengaruhi oleh jumlah dan imbangan mineral lain serta kandungan Seng dalam ransum dan bentuk Seng yang diserap (Underwood, 1977). Tingginya level kalsium dapat menghambat absorpsi seng pada monogastrik (Georgievskii, et al., 1982).






























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peran serat kasar pada ternak baik itu ternak ruminansia maupun monogastrik, tingkat serat kasar dalam ransum sangat berpengaruh terhadap performa dan pertumbuhan ternak. Serat kasar dibutuhkan ternak untuk merangsang gerakan saluran pencernaan, pada ternak ruminansia serat kasar digunakan sebagai sumber energi tetapi pada unggas pemanfaatannya sangat terbatas. Kekurangan serat pada pakan unggas dapat menyebabkan gangguan pencernaan, tetapi jumlah serat kasar berlebihan juga dapat menurunkan kecernaan pakan.
Peranan mineral pada ternak adalah sebagai pembentuk struktur fisiologis, sebagai katalisator sekaligus berfungsi sebagai regulator. Mineral berperan penting dalam proses fisiologis ternak, baik untuk pertumbuhan maupun pemeliharaan kesehatan. Beberapa unsur mineral berperan penting dalam penyusunan strukrut tubuh, baik untuk perkembangan jaringan keras seperti tulang dan gigi maupun jaringan lunak seperti hati, ginjal dan otak sehingga semua jaringan tubuh ternak mengandung zat mineral dalam jumlah dan proporsi yang sangat bervariasi.
Mineral yang sangat penting bagi ternak dapat dibagi menjadi mineral makro dan mineral mikro yaitu Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Besi (Fe) dan Tembaga ( Cu ).











DAFTAR PUSTAKA
Hetland H., B. Svihus and M. Choct. 2005. Role of insoluble fiber on gizzard activity in layers. J. Appl. Poult. Res., 14:38-46

Lindar, M. 1992. Biokimian Nutrisi dan Metabolisme. UI Press. Jakarta.

Meyes, P. A  2006. Karbohidrat dengan makna fisiologis: Biokimia Harper. Editor R. K. Murray, D. K. Granner, dan V.W. Rodwell. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Ostergren, and N. Knutson. 2003. β-glucan fraction from barley and oats are similarly antitherogenic in hyperchlostromia syirian golden hamster. J. Nutr : 468-495

Poedjiadi, A. . 2005. Dasar- Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta. Joseph, G., H. T. Uhi, Rukmiasih, I. Wahyuni, S. Y. Randa, H. Hafid, dan A. Parakkasi.  Status kolestrol itik mandalung dengan pemberian serat kasar dan vitamin E. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner: 265-267.

Sutama, I. N. S. 2005. Pengaruh suplementasi kapu-kapu (Pistoia stratiotes) dalam ransum terhadap kolestrol pada seru dan daging ayam kampung. Majalaj Ilmiah Peternakan Vol 8(2).
Delany, B., R. J. Nicolosi, T. A. Wilson, T. Carison, F. Frazer, G. H. Zheng, R. Hess, K. Tossaporn Incharoen. 2013. Histological adaptations of the gastrointestinal tract of broilers fed diets containing insoluble fiber from rice hull meal . American Journal of Animal and Veterinary Sciences, 8(2): 79-88.

Ukim C.I., Ojewola G S. and Obun C.O., Ndelekwute E.N.2012. Performance and carcass and organ weights of broiler chicks fed graded levels of Acha grains (Digitaria exilis). Journal of Agriculture and Veterinary Science. Volume 1(2): 28-33.