ANEKA TERNAK DAN SATWA HARAPAN
“Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai”
Oleh :
KELOMPOK
III
VINA
EKA PRASETIA NUR AULIA ANISA L1A1 14 059
SALWATI
L1A1 14 183
ABDILLAH
UMUL BACHMID L1A1
14 137
RAHMAT
MULHAZAA L1A1 14 081
SETIAWAN
L1A1 14 058
JURUSAN
PETERNAKAN
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
HALU OLEO
KENDARI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perkembangan usaha peternakan telah sampai pada upaya
perluasan jenis-jenis hewan yang diusahakan untuk diambil hasilnya. Perluasan
ini dibuktikan dengan munculnya istilah baru, yaitu ‘satwa harapan’.
Berdasarkan perbedaan dari definisi antara hewan dan ternak, dimana hewan
adalah semua binatang yang hidup di darat, baik yang dipelihara maupun yang
liar. Ternak adalah hewan piaraan yang kehidupannya diatur dan diawasi oleh
manusia serta dipelihara khusus untuk diambil hasil dan jasanya bagi
kepentingan hidup manusia. Satwa harapan dapat didefinisikan sebagai binatang
atau satwa selain binatang yang dipelihara atau diternakan tersebut dan
diharapkan apabila diusahakan dapat menghasilkan bahan dan jasa seperti ternak.
Berbagai jenis satwa harapan tersebut, contohnya antara lain ; burung (burung
puyuh,ayam hutan), cucak rawa, reptil (ular,buaya), ikan arwana, kupu-kupu,
banteng, rusa, gajah dan anoa.
Pada umumnya, alasan utama manusia
melakukan budidaya satwa liar adalah karena alasan ekonomis yang berasal dari bermacam-macam
produk, misalnya ; daging, minyak, gading/tanduk/taring, kulit sampai pada
pemanfaatan bulu dan nilai keindahan dari kekhasannya. Salah satu cara budi
daya dan pengembangan satwa liar menjadi komoditi domesti adalah domestikasi
atau penangkaran. Ada beberapa pola penangkaran yang dikembangkan, yaitu
game ranching dan game farming. Pola penangkaran ini telah
berkembang di Afrika, Amerika Serikat dan Australia. Di Indonesia sendiri pola
ini telah di coba dikembangkan untuk jenis-jenis ayam hutan, burung, reptil
(buaya, ular, penyu) dan ungulata
(rusa, banteng).
Salah satu hewan liar yang telah dilakukan penangkaran yaitu ular kini telah
lama dilakukan di Indonesia dan sekarang telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat karena beberapa factor yaitu kebutuhan ekonomi dengan memanfaatkan
kulit ular itu sendiri untuk dijadikan bahan pembuatan tas, sepatu dan lainnya
serta ular juga dijadikan hewan peliharaan.
1.2.Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat yang dapat diambil dalam
makalah ini yaitu dapat mengetahui bahwa ular sebagai hewan satwa harapan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Penangkaran Satwa Harapan
Satwa harapan dapat didefinisikan sebagai binatang
atau satwa selain binatang yang dipelihara/diternakan tersebut dan diharapkan
apabila diusahakan dapat menghasilkan bahan dan jasa seperti ternak. Berbagai
jenis satwa harapan tersebut, contohnya antara lain ; burung (burung puyuh,ayam
hutan), cucak rawa, reptil (ular,buaya), ikan arwana, kupu-kupu, banteng, rusa,
gajah dan anoa (Arifin, 2014).
Pada umumnya, alasan utama manusia
melakukan budidaya satwa liar adalah karena alasan ekonomis yang berasal dari
bermacam-macam produk, misalnya ; daging, minyak, gading/tanduk/taring, kulit
sampai pada pemanfaatan bulu dan nilai keindahan dari kekhasannya. Salah satu
cara budi daya dan pengembangan satwa liar menjadi komoditi domestik adalah
domestikasi atau penangkaran. Ada beberapa pola yang dikembangkan, yaitu game
ranching dan game farming.
Ø Game Ranching
Game
ranching adalah penangkaran yang dilakukan dengan sistem
pengelolaan yang ekstensif. Ada dua arti yang berbeda (Robinson dan Bolen,
1984), pertama, suatu kegiatan penangkaran yang menghasilkan satwa liar untuk
kepentingan olah raga berburu, umumnya jenis binatang eksotik, kedua, adalah
kegiatan penangkaran satwa liar untuk menghasilkan daging, kulit, maupun
binatang kesayangan, seperti misalnya burung, ayam hutan dan sebagainya. Pola
penangkaran ini telah berkembang di Afrika, Amerika Serikat dan Australia. Di
Indonesia sendiri pola ini telah di coba dikembangkan untuk jenis-jenis ayam
hutan, burung, reptil (buaya, ular, penyu) dan ungulata (rusa, banteng).
Ø Game Farming
Game farming yaitu kegiatan penangkaran satwa liar dengan
tujuan untuk menghasilkan produk-produk seperti misalnya kulit, bulu, minyak
dan taring/gading/tanduk. Dalam pola ini dikembangkan juga penjinakan untuk
keperluan tenaga kerja, misalnya gajah.
Prinsip penangkaran adalah
pemeliharaan dan perkembangbiakaan sejumlah satwa liar yang sampai pada
batas-batas tertentu dapat diambil dari alam, tetapi selanjutnya
pengembangannya hanya diperkenankan diambil dari keturunan-keturunan yang
berhasil dari penangkaran tersebut. Ada empat syarat untuk mengembangkan
komoditi domestik melalui penangkaran agar diperoleh hasil maksimal, yaitu :
·
Obyek (satwa liar), perlu
memperhatikan populasinya di alam apakah mencukupi atau tidak, kondisi species
(ukuran badan, perilaku) dan proses pemeliharaan sertta pemanfaatannya.
·
Penguasaan ilmu dan teknologi, meliputi pengetahuan tentang
ekologi satwa liar serta dikuasainya teknologi yang sesuai dengan keadaan
perkembangan dunia.
·
Tenaga terampil untuk menggali dasar
ekologi ataupun cara pengelolaan pada proses penangkaran
·
Masyarakat, berkaitan erat dengan sosial budaya dan
diharapkan sebagai sasaran utama dalam proses pemasaran produk.
Penangkaran
dalam rangka budi daya dilakukan dengan sasaran utama komersiil terutama dari
segi peningkatan kualitasnya, sehingga metode yang diterapkan lebih ditujukan
untuk peningkatan jumlah produksi yang ditentukan oleh kaidah-kaidah ekonomi
dan dikendalikan pasar. Metode ini menerapkan teknologi reproduksi yang
tinggi, seperti misalnya : inseminasi buatan, transplantasi embrio, agar dapat
dihasilkan keturunan jantan yang baik, sehingga terjadi peningkatan genetik.
Namun demikian, ini hanya boleh dilakukan bagi satwa/binatang hasil penangkaran
pertama
(F1) karena menyangkut nilai sosial etis dan undang-undang
tentang perlindungan satwa liar yang merupakan satwa langka (Muhibbah, 2007).
Suatu alasan
yang sangat penting agar peternakan satwa liar dapat dikembangkan adalah karena
satwa liar mempunyai daya adaptasi yang lebih tinggi dibandingkan ternak lain,
selain proses pengelolaannya jauh lebih mudah dan hasilnya sangat memuaskan.
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan untuk memperbesar kemungkinan
domestikasi/penangkaran adalah anggapan bahwa satwa liar tidak dapat
didomestikasikan adalah karena kualitas keliaran. Hal ini sama skali tidak
benar, sebab mamalia liar dapat dijinakan sama mudahnya seperti yang lain (Subronto, 2002). Hal lainnya
yang perlu juga diperhatikan adalah pendapat bahwa pada domestikasi ada satu
atau dua spesies yang tidak dapat mengeksploitasi potensi vegetasi makanannya
secara penuh seperti pada saat mereka hidup di alam bebas. Hal ini mungkin ada
benarnya dan dapat dibuktikan pada satwa-satwa domestik seperti misalnya jenis
hewan pemakan semak (sapi dan kambing), pemakan rumput (domba). Sapi akan
memakan hijauan sampai pada tingkat tertentu dan kambing akan merumput maupun
memakan semak apabila terpaksa. Hal ini berarti bahwa mereka mampu memanfaatkan
suatu selang vegetasi yang luas meskipun ada tumbuh-tumbuhan yang tidak mereka makan.
2.2. Pengertian Ular
Ular adalah reptilia tak berkaki dan
bertubuh panjang. Ular memiliki sisik seperti kadal dan sama-sama digolongkan ke dalam reptil bersisik
(Squamata). Perbedaannya adalah kadal pada umumnya berkaki, memiliki
lubang telinga, dan kelopak mata yang dapat dibuka tutup. Akan tetapi untuk
kasus-kasus kadal tak berkaki (misalnya Ophisaurus spp.)
perbedaan ini menjadi kabur dan tidak dapat dijadikan pegangan. namun ular
tetap dapat dibedakan karena ular tidak memiliki telinga dan kelopak mata (Purnomoadi, 2003).
2.2.1. Habitat Ular
Ular merupakan
salah satu reptilia yang paling sukses berkembang di dunia. Di gunung, hutan,
gurun, dataran rendah, lahan pertanian, lingkungan pemukiman, sampai ke lautan,
dapat ditemukan ular. Kebanyakan spesies ular hidup di daerah tropis,
sebagaimana umumnya hewan berdarah dingin, ular tidak dapat ditemui di tempat-tempat
tertentu seperti di puncak-puncak gunung dan daerah padang salju atau kutub.
Ular juga tidak bisa ditemui di daerah Irlandia, Selandia baru, Greenland, pulau-pulau terisolasi di Pasifik seperti Hawaii, serta Samudera Atlantik.
Banyak
jenis-jenis ular yang sepanjang hidupnya berkelana di pepohonan dan hampir tak
pernah menginjak tanah. Banyak jenis
yang lain hidup melata di atas permukaan tanah atau menyusup-nyusup di bawah
serasah atau tumpukan bebatuan. Ada juga ular yang hidup di sungai, rawa, danau, dan laut.
2.2.2. Makanan Ular
Ular adalah
hewan karnivora, mereka
memangsa berbagai jenis hewan lebih kecil dari tubuhnya. Ular pohon dan ular
darat memangsa burung, mamalia, kodok, jenis-jenis reptil yang lain, termasuk telur-telurnya. Ular-ular
besar seperti ular sanca kembang dapat memangsa kambing, kijang, rusa dan bahkan manusia. Ular-ular yang hidup di
perairan memangsa ikan, kodok, berudu, dan bahkan telur ikan.
Ular memakan
seluruh mangsanya tanpa sisa dan mampu mengkonsumsi mangsa tiga kali lebih
besar dari diameter kepala mereka. Hal ini dikarenakan rahang mereka lebih
rendah dan dapat terpisah dari rahang atas. Selain itu ular memiliki gigi
menghadap kebelakang yang menahan mangsanya tetap di mulut mereka. Hal ini
mencegah mangsa melarikan diri.
2.2.3. Ciri-ciri Ular
Ular tidak
memiliki daun telinga dan gendang telinga, tidak mempunyai keistimewaan atau
ketajaman indera mata maupun telinga. Matanya selalu terbuka dan dilapisi
selaput tipis sehingga mudah melihat gerakan di sekelilingnya, namun tidak
dapat memfokuskan pandangannya. Ular hanya dapat melihat dengan jelas dalam
jarak dekat. Indera yang menjadi andalan ular adalah sisik pada perutnya, yang
dapat menangkap getaran langkah manusia atau binatang lainnya. Ular tidak
membau mangsa melalui lubang hidung, melainkan menggunakan lidah mereka yang
dapat mendeteksi bau di udara. Organ ini biasa disebut organ Jacobson. beberapa
jenis ular juga dapat mengetahui perubahan suhu karena kedatangan makhluk
lainnya, contohnya ular tanah memiliki ceruk
pendeteksi panas yang peka sekali. Organ itu berfungsi untuk mendeteksi energi
panas (kalor) yang terpancar dari badan hewan berdarah panas.
2.2.4. Perilaku Ular
Ular memakan
mangsanya bulat-bulat, tanpa dikunyah menjadi keping-keping yang lebih kecil.
Gigi di mulut ular tidak memiliki fungsi untuk mengunyah, melainkan sekedar
untuk memegang mangsanya agar tidak mudah terlepas. Agar lancar menelan, ular
biasanya memilih menelan mangsa dengan kepalanya lebih dahulu.
Beberapa jenis
ular, seperti sanca dan ular tikus, membunuh
mangsa dengan cara melilitnya hingga tak bisa bernapas. Ular-ular berbisa
membunuh mangsa dengan bisanya, yang dapat melumpuhkan sistem saraf pernapasan
dan jantung (neurotoksin), atau yang dapat merusak peredaran darah
(hemotoksin), dalam beberapa menit saja. Bisa yang disuntikkan melalui gigitan
ular itu biasanya sekaligus mengandung enzim pencerna, yang memudahkan
pencernaan makanan itu apabila telah ditelan.
Seperti
kebanyakan reptilia lain, untuk menghangatkan suhu tubuh dan juga untuk
membantu kelancaran pencernaan, ular kerap kali berjemur (basking) di
bawah sinar matahari. Sebagai hewan eksoterm, berjemur merupakan salah cara ular mempertahankan suhu tubuhnya secara
eksternal. Ular yang hidup didaerah sub-tropis selalu berhibernasi selama musim dingin. Ular juga harus berganti
kulit tiga sampai enam kali per tahun.
2.2.5. Reproduksi Ular
Sekitar 70%
dari semua jenis ular berkembang biak dengan bertelur (ovipar). Jumlah telurnya
bisa beberapa butir saja, hingga puluhan dan ratusan butir. Ular meletakkan
telurnya di lubang-lubang tanah, gua, lubang kayu lapuk, atau di bawah timbunan
daun-daun kering. Beberapa jenis ular diketahui menunggui telurnya hingga
menetas; bahkan ular sanca ‘mengerami’ telur-telurnya.
Sebagian ular, seperti ular kadut belang, ular pucuk dan ular bangkai laut ‘melahirkan’
anak. Sebetulnya, ular-ular ini tidak melahirkan seperti halnya mamalia,
melainkan telurnya berkembang dan menetas di dalam tubuh induknya (ovovivipar), lalu keluar
sebagai ular kecil-kecil. Sejenis ular primitif, yakni ular buta atau ular kawat (Indotyphlops
braminus), sejauh ini hanya diketahui yang betinanya. Ular yang mirip
cacing kecil ini diduga mampu bertelur dan berbiak tanpa ular jantan (partenogenesis).
2.3. Jenis-Jenis Ular yang Dilindungi
Ular di Indonesia cukup bervariasi, ada
yang menyayanginya sebagai hewan peliharaan, memanfaatkannya untuk mengatasi
hama tikus, hingga persepsi negatif sebagai jenis hewan yang membahayakan
manusia. Stigma negative mengenai jenis-jenis ular di Indonesia ,masih sangat
umum melekat dalam kehidupan masyarakat kita (Sudarmono dan Y. Bambang Sugeng, 2008).
Kondisi sosial mengenai ular dalam
kehidupan masyarakat berpengaruh kuat terhadap kelangsungan hidup mereka.
Stigma positif dan negatif mengenai jenis ular di Indonesia menjadi hal yang
sangat penting sebagai respon social manusia terhadap ular. Masyarakat yang
masih menganggap ular sebagai hewan yang mengganggu dan membahayakan sebenarnya
memiliki dampak negetif dan positif secara tersendiri. Jenis-jenis ular menjadi
terancam lantaran dianggap perlu untuk dibunuh. Namun stigma ular sebagai hewan
yang membahayakan sekaligus menjadi perisai agar manusia tidak mengganggu ular.
Jika manusia bertemu ular mereka hanya perlu menghindar.
Kelangsungan hidup jenis-jenis ular di
Indonesia tidak begitu terancam bila dibandingkan dengan jenis-jenis hewan
lainnya seperti jenis-jenis mamalia: Gajah, Harimau, Badak, Rusa, dll.
jenis-jenis burung: burung Rangkong, burung Maleo, burung Nuri, Bangau Tongtong
dll. Hanya beberapa jenis ular Indonesia yang dilindungi oleh undang-undang
karena keberadaanya perlu untuk dilindungi. Jenis-jenis ular yang terancam
tersebut sebagian besar mengalami tekanan lingkungan akibat kerusakan hutan dan
tidakan-tindakan over eksploitatif.
Beberapa jenis ular memerlukan kondisi
lingkungan spesifik yang masih alami untuk hidup. Kerusakan hutan merusak
tempat hidup ular-ular eksotik Indonesia. Kerusakan hutan menyederhanakan
naungan dan memperkecil ketersediaan pakan bagi ular. Pada saat ini jenis-jenis
ular banyak dimanfaatkan untuk tujuan tertentu seperti untuk obat, fashion,
makanan dan hewan peliharaan. Pemanfaatan tanpa memperhatikan kelangsungan
hidup menjadi ancaman secara langsung bagi jenis-jenis ular di Indonesia.
Ø Jenis-jenis Ular di Indonesia
Lebih dari 240 jenis ular yang ada di Indonesia hanya
sedikit sekali yang dilindungi. Jenis-jenis ular Indonesia sangat beragam,
mulai dari ular yang tidak berbisa, berbisa rendah, hingga berbisa tinggi.
Jenis-jenis ular Indonesia menempati habitat yang cukup bervariasi mulai dari
habitat teresterial (tanah), air tawar dan payau seperti ular rawa/kadut (Cereberus
sp.), air laut, hingga daerah pegunungan dan pohon-pohon yang tinggi (Setyaningrum
dkk, 2003).
2.3.1.
Ular Sanca Hijau
Ular sanca hijau (Python viridis)
hanya dapat ditemukan di Pulau Papua, Aru, dan Australia. Ular sanca
hijau memiliki penampakan eksotik dengan warna utama hijau dengan bercak putih.
Karena itulah jenis ular ini banyak diburu untuk diperdagangkan. Ular sanca
hijau merupakan ular sanca pohon yang saat ini terancam kepunahan. Oleh CITES
ular sanca ini dimasukkan dalam kategori Apendix II.
2.3.2.
Ular Sanca Bodo
Meskipun termasuk jenis ular yang
dilindungi, ular sanja bodo (python molurus) merupakan jenis ular
indonesia yang banyak dipelihara dan dijadikan hewan kesayangan oleh penghobi
reptil. Ular yang familiar dimasyarakat karena sangat banyak sekali
dimanfaatkan ini memiliki warna coklat dengan belang sepeerti jaring. Di
Indonesia ular sanca bodo (Python molurus) dilindungi oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. Sedangkan oleh IUCN ular sanca bodo dimasukkan
dalam kategori “Near Threatened” (Hampir Terancam).
2.3.3.
Ular Sanca Timor
Ular sanca timor (Phyton timorensis)
di lindungi oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah Nomor
7 Tahun 1999. Ular yang ditemukan di Pulau Pulau Timor, Lombien, dan Flores ini
saat ini sangat terancam karena aktivitas perburuan dan perdagangan. IUCN
mengkategorikan jenis ular ini kedalam status terancam (endangered).
2.4. Penangkaran Ular
2.3.1. Karakter Ular
Penangkaran Ular sangat tidak dianjurkan untuk
masyarakat yang baru memulai memelihara reptil dikarenakan ukuran yang besar
dan panjang sehingga tidak dianjurkan untuk pemelihara pemula melainkan harus
didampingi atau memiliki tenaga teknis yang telah berpengalaman karena tingkat
agresifitas dan nafsu makannya cukup tinggi. Jika terdapat Ular Sanca Batik (Python
reticulatus) yang
jinak tentunya karena sudah melalui proses penjinakan dan interaksi yang intens
dengan manusia.
2.3.2. Kandang
Kandang seekor Ular Sanca Batik (Python
reticulatus) ukuran kecil membutuhkan tempat paling minim seukuran aquarium
(40-80x30-60x20-40) centi meter atau lebih, sampai Ular Sanca Batik (Python
reticulatus) mendapat tempat yang lebih besar. Dikarenakan ukuran
yang besar, kandang harus dibuat dengan ukuran minimal PxLxT
(90-160x80-100x60-80) centi meter, dan tidak disarankan untuk menggunakan kayu
yang belum finishing dikarenakan lebih mudah cepat rusak yang berakibat fatal
bagi pengelolaan penangkaran.
Temperatur yang cocok pada siang hari 85°-90° F, dengan
tempat berjemur antara 90°-93° F, sedangkan temperature pada malam hari
berkisar 75°-80° F. Pemanas dan penerangan lampu ultra violet (UV) tidak
diperlukan untuk Ular Sanca Batik (Python reticulatus)
karena pencahayaan
sekitar 10 sampai dengan 12 jam bisa menggunakan lampu pijar biasa. Menggunakan
lampu pijar sebagai pemanas atau keramik penghantar panas dapat juga di pakai
sebagai penghangat, sedangkan pemanas dari batu santa tidak di anjurkan karena
bisa overheat dan membuat ular terluka.
Ular yang habitat aslinya adalah di hutan hujan tropis, sehingga
memerlukan kelembaban yang sesuai. Jika terlalu lembab dapat menimbulkan
tumbuhnya bakteri maupun jamur demikian halnya apabila terlalu rendah
kelembabannya menyebabkan terjadinya masalah dalam pergantian kulit. Di dalam
kandang juga bisa disediakan air untuk menjaga kelembaban, tetapi harus
diperhatikan bila pada malam hari harus di keluarkan dari kandang karena akan
meningkatkan kelembaban.
Kebersihan kandang harus menjadi perhatian khusus, karena
kebersihan kandang akan mendukung keberhasilan penangkaran itu sendiri maupun
kesehatan lingkungan sekitar dan menghindari protes (claim) masyarakat
setempat. Kandang harus dibersihkan setiap hari, apa bila menggunakan
indoor/outdoor carpet sangat disarankan mempunyai dua untuk dipakai bergantian,
pastikan telah mencuci dan mengeringkan carpet sebelum di pakai lagi. Air yang
di dalam kandang harus diganti setip hari guna menghindari bakteri yang mungkin
masuk bersama kotoran ular, serta selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah
memegang ular.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang
dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Dalam penangkaran satwa harapan ada
dua pola yang dikembangkan untuk penangkarannya yaitu game ranching dan game
farming.
2.
Ular adalah reptilia tak berkaki dan
bertubuh panjang. Ular memiliki sisik seperti kadal dan sama-sama digolongkan ke dalam reptil bersisik
(Squamata).
3.
Jenis-jenis ular yang di lindungi
yaitu ular sanca hijau, ular sanca bodo, dan ular sanca timor.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin.
2014. Hewan Satwa Harapan. Makalah. Fakultas Peternakan. Universitas
Wijayakusuma Purwokerto.
Muhibbah,V.
2007. Satwa Harapan. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Purnomoadi,A. 2003. Ular. Fakultas peternakan. Universitas Diponegoro.
Setyaningrum, A, dkk. 2003. Jenis-jenis Ular yang Dilindungi. Unsoed
: Purwokerto
Subronto. 2002. Penangkaran Satwa Harapan.
Gadjah Mada University Press : Yogyakarta
Sudarmono, A. S. dan Y. Bambang Sugeng. 2008. Satwa-Satwa yang
Dilindungi. Penebar Suadaya Jakarta